23 Juli 2012

Puasa Pertama

Ada istilah yang sering didengar ketika sudah mendekati bulan Ramadhan. Dulu waktu masih di sekolah dan waktu masih mahasiswa sering saya mendengar pertanyaan teman yang bunyinya, “ Puasa pertama dimana ?” Saya yang notabene orang yang tidak pernah jauh dari orang tua (ketika itu) tidak pernah kesulitan menjawabnya karena saya memang besar di tempat kelahiran saya. Yah, yang pertama memang selalu berkesan,motor pertama, Puasa pertama di bulan Ramadhan, apalagi pacar pertama. #eh


 Pertanyaan puasa pertama memang adalah sebuah pertanyaan umum yang timbul karena kebiasaan atau adat kita sebagai orang Makassar (entah di daerah lain) . Kadang menghabiskan waktu pertama di bulan Ramadhan itu memang sangat berkesan jika bersama keluarga. Beberapa teman saya yang kini sudah bekerja di luar juga sampai sekarang masih melakukan kebiasaan ini. Kalau mahasiswa yang tinggal jauh dari orang tua mungkin punya alasan klasik jika ditanya mengenai kebiasaan ini. Bisa jadi beras di kostan tidak cukup untuk awal-awal Ramadhan, sekedar untuk hemat,atau mungkin kabur dari kejaran ibu kost yang menagih tunggakan uang kost.


 Yang saya pikir membingungkan adalah orang-orang yang sudah mapan secara financial yang masih melakukan kebiasaan ini. Sering didapati di awal dan akhir Ramadhan pasti jalanan di ibukota manapun di Indonesia, tidak terkecuali Jakarta dan Makassar lumayan lengang . sampai kadang kita berpikir seandainya jalanan selalu lengang seperti itu, tapi yah ujung-ujungnya kembali lagi dan malah kadang semakin kesini semakin parah macetnya (resiko tinggal di kota berkembang).


 Pertanyaan dimana puasa pertama ini selalu bisa saya jawab selama saya masih sekolah dan kala menjadi mahasiswa. Sampai tiba saat saya mulai menjalankan persyaratan lulus dari Unhas dulu yang mewajibkan tiap Mahasiswa menjalani Kerja Praktek di Perusahaan yang berhubungan dengan bidang studi masing-masing.Tahun 2008, Karena rasa penasaran yang tinggi dan ingin menguji reputasi kota kembang yang terkenal dengan cewek-cewek dan suasananya yang adem, maka saya beserta empat orang teman saya yang lain memutuskan untuk Kerja Praktek di Bandung karena kebetulan juga saya punya kenalan senior dari Elektro Unhas yang bekerja di sana.


 Segala sesuatu memang harus diawali dengan niat. Kalo niatnya bagus, pasti hasilnya bagus juga. Tapi kalo niatnya tidak bagus, sudah pasti hasilnya bagus juga, tapi tidak ada nilai pahalanya Hehe. Yah, niat awal datang ke Bandung itu memang ada hasilnya, selain ilmu keelektroan, teman saya ada yang punya pacar orang Bandung, ada yang akhirnya ketemu keluarga jauh, dan saya berhasil memenuhi ambisi saya jalan kaki dari Bandung ke Cianjur, walaupun niat awal sampai ke Jakarta. Tapi itu ada di tulisan saya yang lain, untuk tulisan yang ini kan temanya puasa pertama jadi sebelum keasikan dengan panorama dan keindahan cew.. maksud saya kota Bandung, sebaiknya kembali ke topik awal sebelum terjadi sesuatu yang diinginkan..#eh


 Dua bulan saya habiskan di Bandung, dan kebetulan ketika sudah mau pulang ada kontes pemrograman PLC yang diadakan ITB. Dan ternyata Unhas Juga ambil bagian dalam kompetisi bergengsi itu. Kebetulan yang menjadi peserta juga adalah teman dan yunior saya di kampus. Jadi saya memutuskan untuk pulang ke Makassar bersama rombongan itu saja. Mereka berencana naik Ferry dari Surabaya, jadi kami harus naik kereta api dulu ke Surabaya. Yang belum tahu bagaimana naik kereta api, jarak dari Bandung ke Surabaya itu 12 Jam melewati Jogja,Solo, Madiun dan kota-kota besar jawa lainnya, jadi bisa sekalian liat daerah lain, dan penjual dari daerah itu yang mendatangi kereta dan menjajakan jualannya mulai dari makanan sampai pakaian khasnya. Apalagi Jogja yang stasiun keretanya bersebelahan dengan jalan Malioboro... Sepertinya percakapan melebar lagi, nah ! setelah sampai di Surabaya kami menunggu jadwal pemberangkatan Ferry di pelabuhan Tanjung Perak. Disini baru dimulai cerita puasa pertamanya.


 Jarak tempuh dari Surabaya ke Makassar dengan Ferry adalah tiga hari dua malam. Satu Ramadhan ternyata jatuh tiga hari dari hari saya naik kapal, yang juga berarti malam terakhir sebelum sampai di darat. Ini adalah pengalaman pertama saya puasa di luar Makassar, tepatnya di tengah laut. Berada di tengah laut, apalagi di saat ombak lagi tinggi-tingginya itu memang bikin urat nadi naik turun. Apalagi di atas kapal Ferry yang jalannya lebih lambat dari kapal Pelni yang besar. Saya dapat tempat tidur di dek bawah yang tentunya kena dampak ombak yang lebih dari dek-dek di atasnya. Tidak cukup banyak pilihan yang di tawarkan di tengah laut. Bisa tidur, baca buku, dengar musik, atau bisa juga naik anjungan lalu loncat ke laut.


 Kapal Ferry yang saya tumpangi deknya masing-masing berbeda fungsi. Dek paling atas VIP, di bawahnya untuk penumpang hanya tersedia kursi berjejer seperti di bus tapi agak melebar, dan di depan ada panggung yang awalnya tidak saya ketahui fungsi utamanya karena saya naik di kapal siang hari dan tidak ada aktivitas. Di dek di bawahnya masih kursi dengan ada bar di bagian depan yang disediakan untuk peminum. Dan dek paling bawah, tempat saya dan teman-teman yang lain, adalah jejeran tempat tidur bersusun persis seperti bangsal rumah sakit tapi lebih ribut.


 Malam harinya, baru saya tahu kalau tiap jam 8 akan ada acara orkes dangdut, atau kalau di daerah biasanya disebut candoleng-doleng di kapal itu. Pikir saya ini adalah hal yang sulit untuk dielakkan, karena saya berada di kapal yang berada di tengah laut, takutnya nanti tiba-tiba ada ombak besar yang menggulung kapal karena tidak suka dengan acara seperti itu. Tapi ketakutan saya tidak terjadi, mungkin terlalu berlebihan melihatnya seperti itu.


 Malam terakhir di kapal saya dengar informasi kalo ada shalat tarawih di mushalla kapal, pikiranku barangkali nanti akan terganggu juga kalo orkes berbunyi tepat satu dek di bawah mushalla. Ketika adzan berkumandang, tidak ada suara lain yang saya dengar, tapi pikiran masih ke orkes tadi.. hahahaha untung tidak ada hari ini pikir saya. Setelah shalat tarawih saya kembali ke dek bawah untuk mengganti pakaian, dan tidak lama kemudian orkes dangdut entah asuhan siapa, bermain lagi. Tapi untung besoknya kapal sudah sampai di Makassar, kalo tidak bisa berat puasa ini di kapal. Hahaha


 Selain waktu di kapal karena memang berkesan karena pertama kali puasa di luar Makassar, tahun 2009 dan 2010 saya juga tidak puasa di Makassar, tapi di Jakarta. Dan pertanyaan saya tentang kebiasaan orang Makassar untuk pulang ke kampung halaman ketika puasa hari pertama terjawab di dua tahun itu. Selain karena tentunya biaya yang tidak terlalu banyak, melimpahnya makanan di hari pertama, juga puasa hari pertama Ramadhan di kampung sendiri bikin kita merasa Ramadhan itu sangat meriah. Walaupun seberapa banyak teman , tetangga, atau orang sekitar, tidak meriah rasanya Ramadhan kalo tidak bersama orang-orang yang kita kasihi.


 Tahun 2010 puasa pertama dengan senior, dan teman-teman yang tinggal satu atap, beli makanan sudah siap jadi, bebas mau bangun kapan saja, tapi selalu ada yang kurang, Mungkin karena belum bayar kontrakan atau rekening listrik, tapi memang kurang greget. Walaupun lambat laun juga ramadhan di kampung orang enak juga. Cuma mungkin karena kebiasaan saja.


 Tahun 2011 saya pindah ke kantor baru dan tinggal di kemayoran tepatnya di apartemen (rumah susun), bersama beberapa keluarga asli betawi. Dan puasa pertama bersama kumpulan orang yang baru dikenal lumayan sakses, karena saya akrab dengan beberapa anak kecil di tempat itu, kalo mau tahu, di tempat tinggal saya itu jumlah anak kecil itu sangat banyak yang membuktikan kalo di daerah itu produktifitas suami istri sangat fertile, dan tidak tersosialisasikannya KB dengan merata di Kota Metropolitan. Tapi tinggal di sana , puasa pertama di sana memang enak karena semua seperti keluarga dan kalo telat bangun sahur ada kumpulan anak kecil yang akan menggedor pintu rumah untuk membangunkan di kala sahur, khusus untuk saya. Jadi mungkin kesimpulannya buatlah keluarga di mana saja, Karena keluarga itu bukan hanya karena hubungan darah atau pernikahan, tapi juga karena saling membutuhkan satu sama lain.


 Makassar, 1 Ramadhan 1433 H

14 Februari 2012

.: Nikmat

“Fain Tauddu Ni’matallahi La Tukhsuuha”



Apabila Kamu Menghitung Nikmat Allah ( Yang Diberikan Kepadamu ) Maka Engkau Tidak Akan Mampu (Karena Terlalu Banyak)


***


La In Syakartum La Aziidannakum Wa Lain Kafartum Inna ‘Adzaabi La Syadiid


Jika kamu bersyukur atas nikmat yang Ku-berikan kepadamu,


maka akan Aku tambah nikmat itu, tapi jika kamu mengingkarinya


(tidak mau bersyukur), maka ingatlah bahwa siksa-Ku sangatlah pedih.



***


“Tsumma Latus Alunna Yauma Idin ‘Aninna’im”


Sungguh Kamu akan Ditanya Pada Hari itu ( kiamat ), akan Nikmat yang Kamu Peroleh Saat Ini


***


“Fabiayyi ala i Rabbikuma Tukadziban"


Maka Ni’mat Tuhan Kamu Yang Manakah Yang Kamu Dustakan ?

20 April 2011

tentang hati


"Hati itu ada empat, yaitu hati yang bersih, di dalamnya ada pelita yang bersinar. Maka, itulah hati orang mukmin. Hati yang hitam lagi terbalik, maka itu adalah hati orang kafir. Hati yang tertutup yang terikat tutupnya, maka itu adalah hati orang munafik, serta hati yang dilapis yang di dalamnya ada iman dan nifak." (HR. Ahmad dan Thabrani).



" ....ketahuilah sesunguhnya didalam jasad itu ada segumpal daging, apabila baik dia maka baiklah seluruh jasadnya, dan apabila rusak maka rusaklah seluruh jasadnya, ketauhilah bahwa dia itu adalah hati ".(HR. Bukhari dan Muslim)



---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



"(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat, " (QS. Qaaf:33)



" Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. Bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. " (QS. Al Hujuraat:3)



" Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana," (QS. Al Fath:4)



" Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? " (QS. Muhammad:24)



" Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun."

(QS. Az Zumar:23)



" Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur."

(QS. As Sajdah:9)

02 Maret 2010

Adzan

ADZAN


Sahabat Hikmah…

Banyak diantara kita masih memahami adzan adalah pertanda sudah masuk sholat, tetpai apa sebenarnya makna ADZAN?

Adzan dalam bahasa arab berasal dari kata AADZANA – YUAADZINU…yang berarti PANGGILAN - MEMANGGIL, jadi kalau ada adzan berarti kita sedang dipanggil…

Dan panggilan adzan ini adalah panggilan BESAR atas nama Allah subhanahu wa ta'ala, karena Adzan dimulai dengan lafadz ALLAHU AKBAR (Allah Maha Besar), berarti yang lainnya kecil, kita harus mendahulukan Allah subhanahu wa ta'ala dari pada yang lain.

Makna ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAAH adalah kita bersakasi dan mengakui bahwa kita menjadikan Allah subhanahu wa ta'ala sebagai satu-satunya dzat yang berhak DISEMBAH, DITAATI dan DICINTAI.

Makna WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN RASUULULLAAH adalah bersaksi dan mengakui bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai UTUSAN Allah yang harus DICINTAI, DITAATI dan DITELADANI.

Setelah kita diingatkan dengan ketiga hal tersebut, baru DISERU ...
HAYYA 'ALASHSHOLAAH...(MARIi kita SHOLAT)
HAYYA 'ALALFALAAH (MARI kita mencapai KEMENAGAN)

Selanjutnya kita diingatkan lagi bahwa Allah-lah dzat yang Maha BESAR (ALLAHU AKBAR), karena bisa jadi kita masih lebih membesarkan yang lain selain Allah subhanahu wa ta'ala

Dan ditutup LAA ILAAHA ILLALLAAH (Tidak Tuhan yang berhak DISEMBAH dan DITAATI kecuali Allah), karena bisa jadi kita masih menjadikan ILAH atau tuhan-tuhan yang lain selain Allah, seperti menuhankan hawa nafsu kita.


Firman Allah subhanahu wa ta'ala:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan HAWA NAFSUnya sebagai TUHANnya, dan Allah membiarkannya SESAT berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS Al Jatsiyah : 23)



Sahabat Hikmah...
Jadi hanya orang-orang yang mempunyai HATI yang bersih dan mencintai-Nya serta mendapat petunjuk-Nya yang akan mudah memenuhi panggilan Adzan...



Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Ada seorang lelaki buta (namanya Abdullah bin Ummi Maktum) yang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mengatakan,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya tidak memiliki penuntun yang menuntun saya untuk berangkat ke masjid.”
Dia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diberikan keringanan agar diperbolehkan untuk sholat di rumahnya. Maka Nabi pun memberikan keringanan kepadanya, kemudian ketika lelaki itu berbalik untuk pulang beliau memanggilnya dan bertanya,
“Apakah kamu masih MENDENGAR panggilan adzan?”. Dia menjawab, “Iya.” Maka beliau bersabda, “Kalau begitu maka PENUHILAH.”
(HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Orang yang buta saja harus memenuhi panggilan Adzan, karena dia masih MENDENGAR panggilan.
Dan Shalat Berjama’ah di masjid merupakan sunnah rasul yang harus dijalankan ummatnya.

Dari Abdullah -yaitu Ibnu Mas’ud- -radhiyallahu’anhu, dia berkata:

“Barangsiapa yang ingin BERJUMPA dengan Allah kelak di akhirat sebagai seorang MUSLIM
maka hendaklah dia menjaga sholat-sholat wajib itu yang apabila saatnya tiba maka adzan pun dikumandangkan.
Sesungguhnya Allah mensyari’atkan untuk Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam berbagai JALAN PETUNJUK,
dan sesungguhnya SHOLAT BERJAMA’AH itu termasuk jalan petunjuk.

Kalau saja kalian mengerjakan sholat di RUMAH-RUMAH kalian sebagaimana sholatnya orang yang sengaja meninggalkan jama’ah itu sehingga dia mengerjakannya di rumahnya maka itu artinya kalian telah MENINGGALKAN Sunnah Nabi kalian,
dan kalau kalian sudah meninggalkan Sunnah Nabi kalian maka pastilah kalian menjadi SESAT.

Tidaklah seseorang bersuci dengan sebaik-baiknya kemudian dia bersengaja untuk ke masjid di antara masjid-masjid yang ada ini kecuali Allah pasti akan mencatat SATU KEBAIKAN baginya dari setiap langkah kakinya dan Allah akan MENAIKKAN DERAJATNYA setiap kali dia melangkahkan kakinya itu,
dan Allah berkenan untuk MENGHAPUSKAN karenanya satu kejelekan.

Sungguh, aku teringat bahwa dahulu tidak ada orang yang sengaja meninggalkan sholat jama’ah itu kecuali orang MUNAFIQ yang diketahui dengan JELAS kemunafikannya. Bahkan sampai-sampai pernah terjadi ada seorang sahabat yang didatangkan ke masjid dalam keadaan dipapah oleh dua orang lelaki hingga diberdirikan di dalam shaf.”

(HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Wallahu a’lam bishowab

09 Februari 2010

Seorang wanita mulia (A tribute to Mother)

Sebagaimana namanya, ia 'wanita mulia'. Ditinggal suaminya, ia mendidik sendiri 15 anaknya sampai meraih sarjana. Tak pernah memukul atau kata kasar. "Modalnya Ikhlas," katanya.

Wawancara:


Hidayatullah.com--Jika ukurannya gelar akademis, Mulia Kuruseng termasuk orang yang sukses dalam mendidik anak. Janda beranak 15 ini berhasil mengantarkan anak-anaknya menggapai gelar sarjana, ada yang profesor, doktor, master, insinyur, dan letnan.

Sejak tahun 1985, Mulia menjadi single parent (orangtua tunggal) bagi 15 anaknya. "Saya berfungsi sebagai ibu sekaligus bapak," ungkapnya bersemangat. As'ad, sang suami, meninggal pada Oktober 1985 akibat penyakit hipertensi dan jantung.

As'ad seorang pedagang kain, pakaian jadi, dan sarung Bugis di Pare Pare (Sulawesi Selatan). Waktu itu, As'ad termasuk seorang pengusaha yang sukses. Omset usahanya tiap bulan mencapai Rp 100 juta.

Mulia bukan seorang guru apalagi bergelar sarjana, tapi hanya tamatan SD. As'ad pun cuma tamat SMA. "Saya menikah saat kelas II Muallimin, saya hanya punya ijazah SD," kenangnya.

Bagaimana bisa ibu rumah tangga ini sukses mengantar 15 anaknya meraih berbagai gelar akademis? Wartawan Hidayatullah menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan nenek dari 24 cucu ini di kediamannya, Jl Matahari No 20 Pare-Pare.

Bagaimana perasaan Anda dalam membesarkan 15 anak sendirian?

Saya tidak pernah mengeluh. Saat itu saya tidak berpikir bagaimana nanti. Saya nekad saja. Alhamdulillah, Allah selalu berikan saya rezeki sedikit demi sedikit.

Apa saja yang Anda lakukan?

Saya berusaha melanjutkan usaha Bapak. Kan Bapak punya kios, ada barangnya. Dulu Bapak berhasil. Tetapi saat meninggal, semua piutang tersendat.

Saya sampaikan kepada anak-anak agar tetap melanjutkan sekolah. Jangan ada yang berpikir putus sekolah. Kan masih ada Tuhan. Alhamdulillah, itu semua terwujud. Waktu itu yang bungsu berusia tiga tahun.

Bagaimana dengan anak-anak yang masih kecil waktu itu?

Kebetulan waktu itu anak yang kedua (Suryani) dan ketiga (Indriyati) sudah menikah. Indriyati sebenarnya belum selesai kuliah, tapi dia sudah menikah. Merekalah yang banyak membantu saya mengurus adik-adik. Merekalah yang men-support adik-adiknya untuk maju sekolah.

Apa yang paling Anda tekankan dalam mendidik anak-anak?

Prinsip saya mendidik anak-anak ada tiga hal, yaitu ikhlas, jujur, dan sabar. Kejujuran saya tanamkan sejak mereka kecil, ini turunan dari kakeknya. Kami dulu dididik untuk senantiasa jujur. Jika ada makanan di meja, tidak ada yang langsung mau makan, harus dibagi dulu. Jika ada uang di meja, mereka berteriak mencari siapa yang punya. Jadi, di rumah ini tidak pernah terjadi kehilangan uang.

Dengan 15 anak, untuk bersikap sabar tentu berat ya. Pernahkah Anda memukul atau mencubit mereka?

Saya tidak pernah memukul mereka. Contohnya, si bungsu pernah mogok makan. Gara-garanya minta dibelikan sepeda motor karena temannya semua sudah beli motor. Saya tidak marah. Saya hanya bersabar. Tiba-tiba temannya yang punya motor tabrakan dan meninggal dunia. Saya sampaikan kepada dia, "Saya sayang kamu Nak." Apalagi memang saya tidak punya uang.

Saya selalu mengeluarkan bahasa-bahasa yang sopan. Mereka tidak pernah dipukul, juga tidak pernah dibentak. Jika ada yang salah, saya tegur saat dia lagi sendiri agar tidak tersinggung, di saat adik atau kakaknya tidak ada.

Jika ada yang mau saya tegur, saya carikan waktu khusus. Karena jika anak nakal satu, bisa jadi nakal semua. Saya selalu ingatkan dengan bahasa sopan. Anak-anak ini semua (sambil menunjuk foto-foto mereka) tidak ada yang pernah kena cambuk.

Kalau marah sama mereka, saya pergi wudhu kemudian shalat sunah. Nanti setelah tenang baru saya nasihati mereka.

(Hasmi As'ad (48), anak sulungnya, mengaku belum pernah merasakan kerasnya tangan ibunya. "Saya kira adik-adik juga begitu," kata dokter yang kini menjadi Kepala Kesehatan Pertamina Wilayah Selatan.

Kalau marah, katanya, sang ibu biasanya diam. "Baru beberapa saat kemudian Ibu bicara," ujarnya.)

Bagaimana menanamkan keikhlasan?

Saya tidak pernah berpikir untuk mendapat gantinya, atau anak-anak membalas jasa-jasa saya. Tidak, saya betul-betul ikhlas.

Saya juga tekankan pada mereka untuk ikhlas dalam memberi. Jika saya minta mereka membantu adik-adiknya, harus betul-betul ikhlas, jangan dipaksakan. Saya bilang kepada yang punya istri, jangan bebani istrimu. Jika tidak setuju, jangan dilakukan. Tetapi justru menantu-menantu yang paling dulu memberi. Mereka bilang, "Kami ikhlas."

(Keluarga ini punya kebiasaan saling membantu, bila saudaranya yang lain memerlukan dana. Contonya saat Sumarni (anak ke-14) mau beli mobil, Mulia menghubungi anak-anaknya yang lain. Akhirnya mereka patungan, ada yang memberi Rp 5 juta, Rp 10 juta, sehingga terkumpul 70 juta untuk beli mobil).

Dalam hal ibadah, bagaimana Anda mendidik anak-anak?

Saya tidak pernah menyuruh mereka untuk shalat, tetapi saya harus mencontohkannya. Saya dulu yang kerjakan, baru kemudian saya suruh mereka. Kita tidak bisa suruh anak-anak sebelum kita mencontohkannya.

Untuk kesehariannya, saya melarang anak-anak memasukkan urusan-urusan di luar ke dalam rumah, termasuk juga dalam berbahasa. Bahasa yang tidak dipakai di rumah dilarang masuk ke dalam rumah. Bahasa di luar dipakai di luar saja, tidak boleh masuk ke dalam rumah.

Dalam hal ruhani, kebetulan saya bertetangga dengan KH Abdul Pa'baja (ulama besar di Pare Pare). Beliau juga yang banyak membantu menanamkan nilai-nilai moral pada anak-anak. Di sinilah terbentuknya fondasi anak-anak.

Semua anak Anda bergelar sarjana, apakah memang ditekankan soal ilmu?

Oh, tidak. Saya cuma tekankan bahwa siapa yang tidak sekolah ayo bantu ibu. Akhirnya mereka semua mau sekolah. Saya juga buat persaingan di antara mereka. Saya tidak pernah secara langsung menekankan mereka untuk sekolah, saya hanya buat persaingan. Siapa yang rangking I akan lebih tinggi hadiahnya daripada yang rangking II. Jadi, mereka terus berlomba. Mereka rata-rata rangking satu, dan SD-nya lima tahun.

Saya tidak pernah menyogok, baik ketika anak-anak sekolah ataupun mencari pekerjaan.
Rezeki itu datangnya dari Allah, tidak perlu disogok. Insya Allah, di rumah ini bersih. Untuk bekerja, anak-anak bilang, "Saya tidak usah bekerja jika harus menyogok."

Mengapa tidak berpikir untuk menikah lagi?

Wah, siapa yang mau mengurus anak sebanyak ini? He...he.... Yang jelas sejak suami meninggal, saya berjanji untuk melanjutkan perjuangannya dengan menyekolahkan anak-anak. Bahkan saya pernah bersumpah untuk itu, saat suami saya di rawat di rumah sakit.

Apa aktivitas Anda sekarang?

Saya di rumah saja, kadang ke pasar jaga toko, itu pun tidak serius. Saya hanya duduk, berdzikir, dan mengaji. Jika di toko, saya kadang menghabiskan dua juz dari pagi hingga Dhuhur.* (Sarmadani, Makasar/hidayatullah.com)

***
Nama-nama anak Hj Mulia Kuruseng:

1. Dr Hasmi As'ad (48), alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin (Unhas), saat ini menjadi Kepala Kesehatan Pertamina Wilayah Sulawesi.

2. Prof DR dr Hj Suryani As'ad, MSc, SpGK (46), profesor muda di Fakultas Kedokteran Unhas.

3. Dr Indriyati As'ad (44), MM. Dokter umum di LNG Bontang (Kalimantan Timur), meraih gelar master dari Universitas Mulawarman, Samarinda.

4. Dr Imran As'ad, SpD (42), dokter spesialis penyakit dalam alumnus Unhas, bertugas di Luwuk.

5. Ir Siswana As'ad (40), bekerja di Kantor Poleko Group, Makassar.

6. Ir Solihin As'ad, MT (39), sedang melanjutkan S-3 di Austria.

7. Wahidin As'ad (37), drop-out Fakultas Ekonomi Unhas, pengusaha sukses di Makassar.

8. Ir Suriasni As'ad (37), arsitek dari Unhas, kontraktor.

9. Ir Nurrahman As'ad, MT (34), alumnus ITB, dosen di Universitas Islam Bandung (Unisba).

10. Ir Rahmat Hidayat, MS (33), master dari ITB, kini sedang menempuh studi doktor di Jepang.

11. Ir Jabbar Ali As'ad (31), dosen Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Baramuli Kabupaten Pinrang.

12. Munir Wahyudi, SE, Ak, MM (29), magister dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, dosen beberapa perguruan tinggi di Bandung.

13. Ir Muhammad Arif As'ad, MM (27), alumnus Fakultas Teknik UGM, gelar masternya dari ITB, saat ini bekerja pada PT Indika Entertaimen Jakarta.

14. Sumarni Aryani As'ad, SKed (26), alumnus Fakultas Kedokteran Unhas.

15. Letda Kurnia Gunadi (24), alumnus Akademi Angkatan Laut, Surabaya.