02 Maret 2010

Adzan

ADZAN


Sahabat Hikmah…

Banyak diantara kita masih memahami adzan adalah pertanda sudah masuk sholat, tetpai apa sebenarnya makna ADZAN?

Adzan dalam bahasa arab berasal dari kata AADZANA – YUAADZINU…yang berarti PANGGILAN - MEMANGGIL, jadi kalau ada adzan berarti kita sedang dipanggil…

Dan panggilan adzan ini adalah panggilan BESAR atas nama Allah subhanahu wa ta'ala, karena Adzan dimulai dengan lafadz ALLAHU AKBAR (Allah Maha Besar), berarti yang lainnya kecil, kita harus mendahulukan Allah subhanahu wa ta'ala dari pada yang lain.

Makna ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLAAH adalah kita bersakasi dan mengakui bahwa kita menjadikan Allah subhanahu wa ta'ala sebagai satu-satunya dzat yang berhak DISEMBAH, DITAATI dan DICINTAI.

Makna WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN RASUULULLAAH adalah bersaksi dan mengakui bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai UTUSAN Allah yang harus DICINTAI, DITAATI dan DITELADANI.

Setelah kita diingatkan dengan ketiga hal tersebut, baru DISERU ...
HAYYA 'ALASHSHOLAAH...(MARIi kita SHOLAT)
HAYYA 'ALALFALAAH (MARI kita mencapai KEMENAGAN)

Selanjutnya kita diingatkan lagi bahwa Allah-lah dzat yang Maha BESAR (ALLAHU AKBAR), karena bisa jadi kita masih lebih membesarkan yang lain selain Allah subhanahu wa ta'ala

Dan ditutup LAA ILAAHA ILLALLAAH (Tidak Tuhan yang berhak DISEMBAH dan DITAATI kecuali Allah), karena bisa jadi kita masih menjadikan ILAH atau tuhan-tuhan yang lain selain Allah, seperti menuhankan hawa nafsu kita.


Firman Allah subhanahu wa ta'ala:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan HAWA NAFSUnya sebagai TUHANnya, dan Allah membiarkannya SESAT berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS Al Jatsiyah : 23)



Sahabat Hikmah...
Jadi hanya orang-orang yang mempunyai HATI yang bersih dan mencintai-Nya serta mendapat petunjuk-Nya yang akan mudah memenuhi panggilan Adzan...



Dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Ada seorang lelaki buta (namanya Abdullah bin Ummi Maktum) yang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia mengatakan,
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya tidak memiliki penuntun yang menuntun saya untuk berangkat ke masjid.”
Dia meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diberikan keringanan agar diperbolehkan untuk sholat di rumahnya. Maka Nabi pun memberikan keringanan kepadanya, kemudian ketika lelaki itu berbalik untuk pulang beliau memanggilnya dan bertanya,
“Apakah kamu masih MENDENGAR panggilan adzan?”. Dia menjawab, “Iya.” Maka beliau bersabda, “Kalau begitu maka PENUHILAH.”
(HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Orang yang buta saja harus memenuhi panggilan Adzan, karena dia masih MENDENGAR panggilan.
Dan Shalat Berjama’ah di masjid merupakan sunnah rasul yang harus dijalankan ummatnya.

Dari Abdullah -yaitu Ibnu Mas’ud- -radhiyallahu’anhu, dia berkata:

“Barangsiapa yang ingin BERJUMPA dengan Allah kelak di akhirat sebagai seorang MUSLIM
maka hendaklah dia menjaga sholat-sholat wajib itu yang apabila saatnya tiba maka adzan pun dikumandangkan.
Sesungguhnya Allah mensyari’atkan untuk Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam berbagai JALAN PETUNJUK,
dan sesungguhnya SHOLAT BERJAMA’AH itu termasuk jalan petunjuk.

Kalau saja kalian mengerjakan sholat di RUMAH-RUMAH kalian sebagaimana sholatnya orang yang sengaja meninggalkan jama’ah itu sehingga dia mengerjakannya di rumahnya maka itu artinya kalian telah MENINGGALKAN Sunnah Nabi kalian,
dan kalau kalian sudah meninggalkan Sunnah Nabi kalian maka pastilah kalian menjadi SESAT.

Tidaklah seseorang bersuci dengan sebaik-baiknya kemudian dia bersengaja untuk ke masjid di antara masjid-masjid yang ada ini kecuali Allah pasti akan mencatat SATU KEBAIKAN baginya dari setiap langkah kakinya dan Allah akan MENAIKKAN DERAJATNYA setiap kali dia melangkahkan kakinya itu,
dan Allah berkenan untuk MENGHAPUSKAN karenanya satu kejelekan.

Sungguh, aku teringat bahwa dahulu tidak ada orang yang sengaja meninggalkan sholat jama’ah itu kecuali orang MUNAFIQ yang diketahui dengan JELAS kemunafikannya. Bahkan sampai-sampai pernah terjadi ada seorang sahabat yang didatangkan ke masjid dalam keadaan dipapah oleh dua orang lelaki hingga diberdirikan di dalam shaf.”

(HR. Muslim dalam Kitab al-Masajid wa Mawadhi’ as-Shalah)

Wallahu a’lam bishowab

09 Februari 2010

Seorang wanita mulia (A tribute to Mother)

Sebagaimana namanya, ia 'wanita mulia'. Ditinggal suaminya, ia mendidik sendiri 15 anaknya sampai meraih sarjana. Tak pernah memukul atau kata kasar. "Modalnya Ikhlas," katanya.

Wawancara:


Hidayatullah.com--Jika ukurannya gelar akademis, Mulia Kuruseng termasuk orang yang sukses dalam mendidik anak. Janda beranak 15 ini berhasil mengantarkan anak-anaknya menggapai gelar sarjana, ada yang profesor, doktor, master, insinyur, dan letnan.

Sejak tahun 1985, Mulia menjadi single parent (orangtua tunggal) bagi 15 anaknya. "Saya berfungsi sebagai ibu sekaligus bapak," ungkapnya bersemangat. As'ad, sang suami, meninggal pada Oktober 1985 akibat penyakit hipertensi dan jantung.

As'ad seorang pedagang kain, pakaian jadi, dan sarung Bugis di Pare Pare (Sulawesi Selatan). Waktu itu, As'ad termasuk seorang pengusaha yang sukses. Omset usahanya tiap bulan mencapai Rp 100 juta.

Mulia bukan seorang guru apalagi bergelar sarjana, tapi hanya tamatan SD. As'ad pun cuma tamat SMA. "Saya menikah saat kelas II Muallimin, saya hanya punya ijazah SD," kenangnya.

Bagaimana bisa ibu rumah tangga ini sukses mengantar 15 anaknya meraih berbagai gelar akademis? Wartawan Hidayatullah menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan nenek dari 24 cucu ini di kediamannya, Jl Matahari No 20 Pare-Pare.

Bagaimana perasaan Anda dalam membesarkan 15 anak sendirian?

Saya tidak pernah mengeluh. Saat itu saya tidak berpikir bagaimana nanti. Saya nekad saja. Alhamdulillah, Allah selalu berikan saya rezeki sedikit demi sedikit.

Apa saja yang Anda lakukan?

Saya berusaha melanjutkan usaha Bapak. Kan Bapak punya kios, ada barangnya. Dulu Bapak berhasil. Tetapi saat meninggal, semua piutang tersendat.

Saya sampaikan kepada anak-anak agar tetap melanjutkan sekolah. Jangan ada yang berpikir putus sekolah. Kan masih ada Tuhan. Alhamdulillah, itu semua terwujud. Waktu itu yang bungsu berusia tiga tahun.

Bagaimana dengan anak-anak yang masih kecil waktu itu?

Kebetulan waktu itu anak yang kedua (Suryani) dan ketiga (Indriyati) sudah menikah. Indriyati sebenarnya belum selesai kuliah, tapi dia sudah menikah. Merekalah yang banyak membantu saya mengurus adik-adik. Merekalah yang men-support adik-adiknya untuk maju sekolah.

Apa yang paling Anda tekankan dalam mendidik anak-anak?

Prinsip saya mendidik anak-anak ada tiga hal, yaitu ikhlas, jujur, dan sabar. Kejujuran saya tanamkan sejak mereka kecil, ini turunan dari kakeknya. Kami dulu dididik untuk senantiasa jujur. Jika ada makanan di meja, tidak ada yang langsung mau makan, harus dibagi dulu. Jika ada uang di meja, mereka berteriak mencari siapa yang punya. Jadi, di rumah ini tidak pernah terjadi kehilangan uang.

Dengan 15 anak, untuk bersikap sabar tentu berat ya. Pernahkah Anda memukul atau mencubit mereka?

Saya tidak pernah memukul mereka. Contohnya, si bungsu pernah mogok makan. Gara-garanya minta dibelikan sepeda motor karena temannya semua sudah beli motor. Saya tidak marah. Saya hanya bersabar. Tiba-tiba temannya yang punya motor tabrakan dan meninggal dunia. Saya sampaikan kepada dia, "Saya sayang kamu Nak." Apalagi memang saya tidak punya uang.

Saya selalu mengeluarkan bahasa-bahasa yang sopan. Mereka tidak pernah dipukul, juga tidak pernah dibentak. Jika ada yang salah, saya tegur saat dia lagi sendiri agar tidak tersinggung, di saat adik atau kakaknya tidak ada.

Jika ada yang mau saya tegur, saya carikan waktu khusus. Karena jika anak nakal satu, bisa jadi nakal semua. Saya selalu ingatkan dengan bahasa sopan. Anak-anak ini semua (sambil menunjuk foto-foto mereka) tidak ada yang pernah kena cambuk.

Kalau marah sama mereka, saya pergi wudhu kemudian shalat sunah. Nanti setelah tenang baru saya nasihati mereka.

(Hasmi As'ad (48), anak sulungnya, mengaku belum pernah merasakan kerasnya tangan ibunya. "Saya kira adik-adik juga begitu," kata dokter yang kini menjadi Kepala Kesehatan Pertamina Wilayah Selatan.

Kalau marah, katanya, sang ibu biasanya diam. "Baru beberapa saat kemudian Ibu bicara," ujarnya.)

Bagaimana menanamkan keikhlasan?

Saya tidak pernah berpikir untuk mendapat gantinya, atau anak-anak membalas jasa-jasa saya. Tidak, saya betul-betul ikhlas.

Saya juga tekankan pada mereka untuk ikhlas dalam memberi. Jika saya minta mereka membantu adik-adiknya, harus betul-betul ikhlas, jangan dipaksakan. Saya bilang kepada yang punya istri, jangan bebani istrimu. Jika tidak setuju, jangan dilakukan. Tetapi justru menantu-menantu yang paling dulu memberi. Mereka bilang, "Kami ikhlas."

(Keluarga ini punya kebiasaan saling membantu, bila saudaranya yang lain memerlukan dana. Contonya saat Sumarni (anak ke-14) mau beli mobil, Mulia menghubungi anak-anaknya yang lain. Akhirnya mereka patungan, ada yang memberi Rp 5 juta, Rp 10 juta, sehingga terkumpul 70 juta untuk beli mobil).

Dalam hal ibadah, bagaimana Anda mendidik anak-anak?

Saya tidak pernah menyuruh mereka untuk shalat, tetapi saya harus mencontohkannya. Saya dulu yang kerjakan, baru kemudian saya suruh mereka. Kita tidak bisa suruh anak-anak sebelum kita mencontohkannya.

Untuk kesehariannya, saya melarang anak-anak memasukkan urusan-urusan di luar ke dalam rumah, termasuk juga dalam berbahasa. Bahasa yang tidak dipakai di rumah dilarang masuk ke dalam rumah. Bahasa di luar dipakai di luar saja, tidak boleh masuk ke dalam rumah.

Dalam hal ruhani, kebetulan saya bertetangga dengan KH Abdul Pa'baja (ulama besar di Pare Pare). Beliau juga yang banyak membantu menanamkan nilai-nilai moral pada anak-anak. Di sinilah terbentuknya fondasi anak-anak.

Semua anak Anda bergelar sarjana, apakah memang ditekankan soal ilmu?

Oh, tidak. Saya cuma tekankan bahwa siapa yang tidak sekolah ayo bantu ibu. Akhirnya mereka semua mau sekolah. Saya juga buat persaingan di antara mereka. Saya tidak pernah secara langsung menekankan mereka untuk sekolah, saya hanya buat persaingan. Siapa yang rangking I akan lebih tinggi hadiahnya daripada yang rangking II. Jadi, mereka terus berlomba. Mereka rata-rata rangking satu, dan SD-nya lima tahun.

Saya tidak pernah menyogok, baik ketika anak-anak sekolah ataupun mencari pekerjaan.
Rezeki itu datangnya dari Allah, tidak perlu disogok. Insya Allah, di rumah ini bersih. Untuk bekerja, anak-anak bilang, "Saya tidak usah bekerja jika harus menyogok."

Mengapa tidak berpikir untuk menikah lagi?

Wah, siapa yang mau mengurus anak sebanyak ini? He...he.... Yang jelas sejak suami meninggal, saya berjanji untuk melanjutkan perjuangannya dengan menyekolahkan anak-anak. Bahkan saya pernah bersumpah untuk itu, saat suami saya di rawat di rumah sakit.

Apa aktivitas Anda sekarang?

Saya di rumah saja, kadang ke pasar jaga toko, itu pun tidak serius. Saya hanya duduk, berdzikir, dan mengaji. Jika di toko, saya kadang menghabiskan dua juz dari pagi hingga Dhuhur.* (Sarmadani, Makasar/hidayatullah.com)

***
Nama-nama anak Hj Mulia Kuruseng:

1. Dr Hasmi As'ad (48), alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin (Unhas), saat ini menjadi Kepala Kesehatan Pertamina Wilayah Sulawesi.

2. Prof DR dr Hj Suryani As'ad, MSc, SpGK (46), profesor muda di Fakultas Kedokteran Unhas.

3. Dr Indriyati As'ad (44), MM. Dokter umum di LNG Bontang (Kalimantan Timur), meraih gelar master dari Universitas Mulawarman, Samarinda.

4. Dr Imran As'ad, SpD (42), dokter spesialis penyakit dalam alumnus Unhas, bertugas di Luwuk.

5. Ir Siswana As'ad (40), bekerja di Kantor Poleko Group, Makassar.

6. Ir Solihin As'ad, MT (39), sedang melanjutkan S-3 di Austria.

7. Wahidin As'ad (37), drop-out Fakultas Ekonomi Unhas, pengusaha sukses di Makassar.

8. Ir Suriasni As'ad (37), arsitek dari Unhas, kontraktor.

9. Ir Nurrahman As'ad, MT (34), alumnus ITB, dosen di Universitas Islam Bandung (Unisba).

10. Ir Rahmat Hidayat, MS (33), master dari ITB, kini sedang menempuh studi doktor di Jepang.

11. Ir Jabbar Ali As'ad (31), dosen Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Baramuli Kabupaten Pinrang.

12. Munir Wahyudi, SE, Ak, MM (29), magister dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, dosen beberapa perguruan tinggi di Bandung.

13. Ir Muhammad Arif As'ad, MM (27), alumnus Fakultas Teknik UGM, gelar masternya dari ITB, saat ini bekerja pada PT Indika Entertaimen Jakarta.

14. Sumarni Aryani As'ad, SKed (26), alumnus Fakultas Kedokteran Unhas.

15. Letda Kurnia Gunadi (24), alumnus Akademi Angkatan Laut, Surabaya.


Ketika tuhan disingkirkan...

Oleh Republika Newsroom


Ketika wahyu disingkirkan, maka akal kemudian dituhankan. Rasionalisme menjadi pedoman. Gagasan rasionalisasi bisa ditelusuri dari seorang bernama Rene Descartes (m. 1650). Ia sering digelari sebagai yang bergelar Bapak Filsafat Modern memformulasikan sebuah prinsip cogito ergo sum, yang artinya “aku berfikir maka aku ada.”


Harun Yahya, dalam bukunya, The Disasters Darwinism Brought to Humanity (Al-Attique Publishers Inc.), menggambarkan berbagai bencana kemanusiaan yang ditimbulkan akibat Darwinisme, di antaranya berupa rasisme dan kolonialisme. Ketika ilmu dijauhkan dari tuntunan wahyu; ketika ilmu diabdikan untuk memuaskan hawa nafsu, maka bencana kemanusiaan tidak mungkin terhindarkan.

Peradaban Barat, ditulis oleh sejarawan Marvin Perry, adalah sebuah peradaban besar, tetapi sekaligus sebuah drama yang tragis (a tragic drama). Peradaban ini penuh kontradiksi. Satu sisi, ia memberi sumbangan besar bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, memberikan sumbangan besar bagi berbagai kemu -dahan fasilitas hidup. Tapi, pada sisi lain, peradaban ini memberi kontribusi besar kepada penghancuran alam semesta. (Lihat, Marvin Perry, Western Civilization A Brief History, 1997).

Di zaman modern ini pula, menusia telah membelanjakan secara ‘gila-gilaan’ alat-alat pembunuh massal. Sekedar contoh, Jeremy Isaacs dan Taylor Dow ning, dalam bukunya, Cold War, memaparkan, antara 1945-1996 saja, diperkirakan sekitar 8 trilyun USD ($ 8,000,000,000,000) biaya dikeluarkan untuk persenjataan di seluruh dunia. Puncaknya, persediaan nuklir mencapai 18 mega ton. Padahal, seluruh bom yang diledakkan pada Perang Dunia II ‘hanya’ 6 megaton.

Dunia kedokteran modern, misalnya, mengenal praktik vivisection (arti harfiah ”memotong hidup-hidup”) yaitu cara menyiksa hewan hidup, sebagai dorongan bisnis untuk menguji obat-obatan agar dapat mengurangi daftar panjang segala jenis penyakit manusia (Pietro Croce, Vivisection or Science: An Investigation into Testing Drugs and Safeguarding Health, 1999). Praktik ini selain tidak beretika keilmuan dan tidak “berperikemanusiaan” juga menyisakan pertanyaan intrinsik tentang asumsi atas tingkat kesamaan uji laboratorium hewan dan manusia yang mengesahkan eksplorasi hasil klinis dari satu ke lainnya.

Dalam dunia pertanian modern, penggunaan bahan-bahan kimia seperti luasnya penggunaan pestisida, herbisida, pupuk nitrogen sintetis dan seterusnya, telah meracuni bumi, membunuh kehidupan margasatwa bahkan meracuni hasil panen dan mengganggu kesehatan para petani. Pertanian yang semula disebut dengan istilah agriculture (kultur, suatu cara hidup saling menghargai, timbal balik komunal, dan kooperatif, bukan kompetitif) berkembang lebih populer dengan istilah agribusiness, sebuah sistem yang memaksakan tirani korporat untuk memaksimalkan keuntungan dan menekan biaya, menjadikan petani/penduduk lokal yang dahulu punya harga diri dan mandiri lalu berubah menjadi buruh upahan di tanah sendiri (Adi Setia, Three Meanings of Islamic Science Toward Operasionalizing Islamization of Knowledge, 2007).

Ketika wahyu disingkirkan, maka akal kemudian dituhankan. Rasionalisme menjadi pedoman. Gagasan rasionalisasi bisa ditelusuri dari seorang bernama Rene Descartes (m. 1650). Ia sering digelari sebagai yang bergelar Bapak Filsafat Modern memformulasikan sebuah prinsip cogito ergo sum, yang artinya “aku berfikir maka aku ada”. Descartes tidak saja mengukur suatu kebenaran dengan rasio, tapi mengakui eksistensi seseorang hanya bagi mereka yang menggunakan rasio sebagai asas tingkah lakunya.

Pendapat Descartes bahwa sumber ilmu adalah rasio dan panca indra diikuti para filosof lain seperti Thomas Hobbes, Benedict Spinoza, John Locke, JJ Rousseau, David Hume, Immanuel Kant, Hegel, Bertrand Russell, Emilio Betti, Gadamer, Jurgen Habermas, dan lain-lain. Selanjutnya pendapat ini melahirkan pembaratan (westernisasi) yang menekankan dasar ilmu pengetahuan adalah rasio dan panca indra.

Pendapat ini makin membuat peran akal menguat sehingga menafikan peran Wahyu dan melahirkan ide-ide ateis. Immanuel Kant menyatakan bahwa segala hal yang berbau metafisika tidak mungkin mencapai kebenaran karena tidak bersandarkan kepada panca indra. Menurut Kant, di dalam metafisika tidak terdapat pernyataan-pernyataan sintetik-a priori seperti yang ada di dalam mate matika, fisika dan ilmu-ilmu yang ber dasar fakta empiris (Justus Harnack, Kant’s Theory of Knowledge, 1968, hal 142-145).

Ide Kant ini berpengaruh pada filosof lain, di antaranya Hegel yang melahirkan filsafat dialektika tesis-antitesis. Intinya, pengetahuan itu selalu berproses. Tahap yang sudah dicapai, disangkal atau didebat untuk melahirkan tahap baru. Sebuah tesis dibuat antitesisnya untuk melahirkan sintesis. Jika yang menyangkal (antitesis) kalah kuat dengan yang disangkal (tesis) maka tesis tersebut tetap dipertahankan dan menjadi sintesis. Ide ini kemudian melahirkan paham ateisme yang diusung oleh Ludwig Feurbach (1804-1872) dan Karl Marx (m. 1883). Marx berpendapat bahwa agama adalah ’keluhan mahluk yang tertekan”. Agama adalah candu. Agama adalah faktor sekunder, faktor primernya adalah ekonomi (Franz Magnis-Suseno, Pemikiran Karl Marx : Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, 2001, hal 71-76).

Selain Karl Marx, ilmuwan Barat sekuler yang berpengaruh luas dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Charles Robert Darwin (m. 1882). Ia menulis sebuah buku yang berjudul The Origin of Species yang menyatakan bahwa Tuhan tidak berperan dalam penciptaan. Mahluk hidup bisa hidup dan bertahan karena faktor adaptasi pada lingkungan. Menurutnya, Tuhan tidak menciptakan mahluk hidup. Semua spesies yang berbeda se -benarnya berasal dari satu nenek moyang yang sama. Spesies menjadi berbeda antara satu dan yang lain disebabkan karena kondisi-kondisi alam (natural conditions) (Charles Darwin, The Origin of Species, 1958, hal 437).

Lalu berbagai disiplin ilmu lain yang ateistik juga bermunculan. Bidang psikologi digemakan oleh Sigmund Freud dengan teori psikoanalisanya. Lucunya, psikologi modern, justru menjauhkan ilmu itu dari objek kajian utamanya, yaitu “jiwa” manusia itu sendiri. Dalam bidang Sosiologi, positivisme August Comte berhasil menggusur peran agama. Di bidang politik, Machiaveli menggulirkan politik tanpa moral. Bahwa politik adalah sekedar mekanisme untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan. Di lapangan filsafat ada Friedrich Nietzche (1844-1900) dengan semboyannya ”God is dead”.

Dalam bukunya, A History of God (1993), Karen Armstrong menulis sebuah bab berjudul “Does God have a Future?” Di Barat, gugatan terhadap eksistensi dan peran Tuhan dalam kehidupan, terus dikumandangkan. Jean-Paul Sartre (1905-1980) bertahan dengan pendapatnya, ”even if God existed, it was still necessary to reject him, since the idea of God negates our freedom.”

Jadi, ide tentang Tuhan dianggap mengganggu manusia. Maka, para pemuja kebebasan berkomitmen: singkirkan Tuhan, agar kebebasan kita tidak terganggu; agar kita sepuas-puasnya melampiaskan hawa nafsu. Padahal, al-Quran justru menjelaskan: ”Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenang!” (QS 13:28).

Sumber: republika


08 Februari 2010

Hati - hati dengan susu sapi....

dari blognyajose.blogspot.com

Tidak ada makhluk di dunia ini yang ketika sudah dewasa masih minum susu -kecuali manusia. Lihatlah sapi, kambing, kerbau, atau apa pun: begitu sudah tidak anak-anak lagi tidak akan minum susu. Mengapa manusia seperti menyalahi perilaku yang alami seperti itu?

"Itu gara-gara pabrik susu yang terus mengiklankan produknya," ujar Prof Dr Hiromi Shinya, penulis buku yang sangat laris: The Miracle of Enzyme (Keajaiban Enzim) yang sudah terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul yang sama. Padahal, katanya, susu sapi adalah makanan/minuman paling buruk untuk manusia. Manusia seharusnya hanya minum susu manusia. Sebagaimana anak sapi yang juga hanya minum susu sapi. Mana ada anak sapi minum susu manusia, katanya.

Mengapa susu paling jelek untuk manusia? Bahkan, katanya, bisa menjadi penyebab osteoporosis? Jawabnya: karena susu itu benda cair sehingga ketika masuk mulut langsung mengalir ke kerongkongan. Tidak sempat berinteraksi dengan enzim yang diproduksi mulut kita. Akibat tidak bercampur enzim, tugas usus semakin berat. Begitu sampai di usus, susu tersebut langsung menggumpal dan sulit sekali dicerna. Untuk bisa mencernanya, tubuh terpaksa mengeluarkan cadangan "enzim induk" yang seharusnya lebih baik dihemat. Enzim induk itu mestinya untuk pertumbuhan tubuh, termasuk pertumbuhan tulang.

Profesor Hiromi tentu tidak hanya mencari sensasi. Dia ahli usus terkemuka di dunia. Dialah dokter pertama di dunia yang melakukan operasi polip dan tumor di usus tanpa harus membedah perut. Dia kini sudah berumur 70 tahun. Berarti dia sudah sangat berpengalaman menjalani praktik kedokteran. Dia sudah memeriksa keadaan usus bagian dalam lebih dari 300.000 manusia Amerika dan Jepang. Dia memang orang Amerika kelahiran Jepang yang selama karirnya sebagai dokter terus mondar-mandir di antara dua negara itu.

Setiap memeriksa usus pasiennya, Prof Hiromi sekalian melakukan penelitian. Yakni, untuk mengetahui kaitan wujud dalamnya usus dengan kebiasaan makan dan minum pasiennya. Dia menjadi hafal pasien yang ususnya berantakan pasti yang makan atau minumnya tidak bermutu. Dan, yang dia sebut tidak bermutu itu antara lain susu dan daging.

Dia melihat alangkah mengerikannya bentuk usus orang yang biasa makan makanan/minuman yang "jelek": benjol-benjol, luka-luka, bisul-bisul, bercak-bercak hitam, dan menyempit di sana-sini seperti diikat dengan karet gelang. Jelek di situ berarti tidak memenuhi syarat yang diinginkan usus. Sedangkan usus orang yang makanannya sehat/baik, digambarkannya sangat bagus, bintik-bintik rata, kemerahan, dan segar.

Karena tugas usus adalah menyerap makanan, tugas itu tidak bisa dia lakukan kalau makanan yang masuk tidak memenuhi syarat si usus. Bukan saja ususnya kecapean, juga sari makanan yang diserap pun tidak banyak. Akibatnya, pertumbuhan sel-sel tubuh kurang baik, daya tahan tubuh sangat jelek, sel radikal bebas bermunculan, penyakit timbul, dan kulit cepat menua. Bahkan, makanan yang tidak berserat seperti daging, bisa menyisakan kotoran yang menempel di dinding usus: menjadi tinja stagnan yang kemudian membusuk dan menimbulkan penyakit lagi.

Karena itu, Prof Hiromi tidak merekomendasikan daging sebagai makanan. Dia hanya menganjurkan makan daging itu cukup 15 persen dari seluruh makanan yang masuk ke perut.

Dia mengambil contoh yang sangat menarik, meski di bagian ini saya rasa, keilmiahannya kurang bisa dipertanggungjawabkan. Misalnya, dia minta kita menyadari berapakah jumlah gigi taring kita, yang tugasnya mengoyak-ngoyak makanan seperti daging: hanya 15 persen dari seluruh gigi kita. Itu berarti bahwa alam hanya menyediakan infrastruktur untuk makan daging 15 persen dari seluruh makanan yang kita perlukan.

Dia juga menyebut contoh harimau yang hanya makan daging. Larinya memang kencang, tapi hanya untuk menit-menit awal. Ketika diajak "lomba lari" oleh mangsanya, harimau akan cepat kehabisan tenaga. Berbeda dengan kuda yang tidak makan daging. Ketahanan larinya lebih hebat.

Di samping pemilihan makanan, Prof Hiromi mempersoalkan cara makan. Makanan itu, katanya, harus dikunyah minimal 30 kali. Bahkan, untuk makanan yang agak keras harus sampai 70 kali. Bukan saja bisa lebih lembut, yang lebih penting agar di mulut makanan bisa bercampur dengan enzim secara sempurna. Demikian juga kebiasaan minum setelah makan bukanlah kebiasaan yang baik. Minum itu, tulisnya, sebaiknya setengah jam sebelum makan. Agar air sudah sempat diserap usus lebih dulu.

Dia juga menganjurkan agar setelah makan sebaiknya jangan tidur sebelum empat atau lima jam kemudian. Tidur itu, tulisnya, harus dalam keadaan perut kosong. Kalau semua teorinya diterapkan, orang bukan saja lebih sehat, tapi juga panjang umur, awet muda, dan tidak akan gembrot.

Yang paling mendasar dari teorinya adalah: setiap tubuh manusia sudah diberi "modal" oleh alam bernama enzim-induk dalam jumlah tertentu yang tersimpan di dalam "lumbung enzim-induk". Enzim-induk ini setiap hari dikeluarkan dari "lumbung"-nya untuk diubah menjadi berbagai macam enzim sesuai keperluan hari itu. Semakin jelek kualitas makanan yang masuk ke perut, semakin boros menguras lumbung enzim-induk. Mati, menurut dia, adalah habisnya enzim di lumbung masing-masing.

Maka untuk bisa berumur panjang, awet muda, tidak pernah sakit, dan langsing haruslah menghemat enzim-induk itu. Bahkan, kalau bisa ditambah dengan cara selalu makan makanan segar. Ada yang menarik dalam hal makanan segar ini. Semua makanan (mentah maupun yang sudah dimasak) yang sudah lama terkena udara akan mengalami oksidasi. Dia memberi contoh besi yang kalau lama dibiarkan di udara terbuka mengalami karatan. Bahan makanan pun demikian.

Apalagi kalau makanan itu digoreng dengan minyak. Minyaknya sendiri sudah persoalan, apalagi kalau minyak itu sudah teroksidasi. Karena itu, kalau makan makanan yang digoreng saja sudah kurang baik, akan lebih parah kalau makanan itu sudah lama dibiarkan di udara terbuka. Minyak yang oksidasi, katanya, sangat bahaya bagi usus. Maksudnya, mengolah makanan seperti itu memerlukan enzim yang banyak.

Apa saja makanan yang direkomendasikan? Sayur, biji-bijian, dan buah. Jangan terlalu banyak makan makanan yang berprotein. Protein yang melebihi keperluan tubuh ternyata tidak bisa disimpan. Protein itu harus dibuang. Membuangnya pun memerlukan kekuatan yang ujung-ujungnya juga berasal dari lumbung enzim. Untuk apa makan berlebih kalau untuk mengolah makanan itu harus menguras enzim dan untuk membuang kelebihannya juga harus menguras lumbung enzim.

Prof Hiromi sendiri secara konsekuen menjalani prinsip hidup seperti itu dengan sungguh-sungguh. Hasilnya, umurnya sudah 70 tahun, tapi belum pernah sakit. Penampilannya seperti 15 tahun lebih muda. Tentu sesekali dia juga makan makanan yang di luar itu. Sebab, sesekali saja tidak apa-apa. Menurunnya kualitas usus terjadi karena makanan "jelek" itu masuk ke dalamnya secara terus-menerus atau terlalu sering.

Terhadap pasiennya, Prof Hiromi juga menerapkan "pengobatan" seperti itu. Pasien-pasien penyakit usus, termasuk kanker usus, banyak dia selesaikan dengan "pengobatan" alamiah tersebut. Pasiennya yang sudah gawat dia minta mengikuti cara hidup sehat seperti itu dan hasilnya sangat memuaskan. Dokter, katanya, banyak melihat pasien hanya dari satu sisi di bidang sakitnya itu. Jarang dokter yang mau melihatnya melalui sistem tubuh secara keseluruhan. Dokter jantung hanya fokus ke jantung. Padahal, penyebab pokoknya bisa jadi justru di usus. Demikian juga dokter-dokter spesialis lain. Pendidikan dokter spesialislah yang menghancurkan ilmu kedokteran yang sesungguhnya.

Saya mencoba mengikuti saran buku ini sebulan terakhir ini. Tapi, baru bisa 50 persennya. Entah, persentase itu akan bisa naik atau justru turun lagi sebulan ke depan.

Yang menggembirakan dari buku Prof Hiromi ini adalah: orang itu harus makan makanan yang enak. Dengan makan enak, hatinya senang. Kalau hatinya sudah senang dan pikirannya gembira, terjadilah mekanisme dalam tubuh yang bisa membuat enzim-induk bertambah. Nah..... gan pei!

04 Februari 2010

Fate | Late

Most believe that what's done is done
You cannot change fate no matter how hard you try
And those who challenge what is destined
will always be met with disappointment...
for fate has a way...of charting its own course.
But before one surrenders to the hands of destiny...
one might consider the power of the human spirit..
and the force that lies in one's own free will.

01 Februari 2010

Taj Mahal

Sebenarnya ia hanya sebuah monumen. Dibangun selama 22 tahun oleh Shah Jehan sebagai musoleum untuk mengenang istri tercintanya Mumtaz ul Zamani yang lebih dikenal sebagai Mumtaz Mahal. Sebuah arsitektur atas nama cinta yang menjadi satu bangunan terindah di dunia.

Seusai dengan maksudnya, bangunan itu pun disebut sebagai Taj Mahal. Letaknya di Agra, India kawasan Uttar Paradesh. Persis di tepian Sungai Yamuna. Pembangunannya melibatkan 20.000 pekerja, arsitek paling ahli, seniman ahli kerajinan tangan, sejumlah ahli kaligrafi, pemahat, ahli batu dari seantero India, Persia, dan Turki. Dibangun dengan presisi, emosi, seni arsitektur mengagumkan.

Bangunan itu berawal dari sebuah janji. Berpangkal dari tahun 1631, saat Mumtaz Mahal terbaring sekarat di sisi suaminya Shah Jehan, setelah melahirkan anak ke-14 bagi sang raja. Perempuan itu menagih empat janji dari sang raja. Pertama memohon dibangunya sebuah Taj, kedua memintanya tidak kimpoi lagi, ketiga menuntut perlakuan baik suaminya pada anak-anak mereka, dan terakhir memintanya untuk mengunjungi makamnya secara teratur. Tak lama kemudian Mumtaz mahal pun meninggal.

Shah Jehan sangat terpukul dengan kematian istrinya, namun ia segera mewujudkan janji bagi sang istri tercinta. Maka ia memerintahkan pembangunan sebuah Taj pada 1631. Selama 2 tahun Shah Jehan mengurung diri dan berkabung. Lantas pada 1633, ia akhirnya menekankan pembangunan sebuah makam bagi istrinya di dalam bangunan yang sedang dikerjakan itu.

Lambang Cinta

Mengapa disebut lambang cinta? Mari kita mundur ke tahun yang lebih awal. Shah Jehan, awalnya bernama Khurrum Shihab-ud-din Muhammad, merupakan pangeran dari Dinasti Mughal. Ia lahir dari 1592 di Lahore, dan menjadi putra ketiga yang paling disayang kaisar Jahangir. Ia diplot sang kaisar untuk menggantikannya kelak, dan ia pun dididik secara khusus termasuk dalam bidang budaya, pengetahuan, dan seni beladiri serta kemiliteran.

Di usia 16 tahun ia mengejutkan ayahnya dengan desain markasnya di dalam benteng Kabul dan mendesain ulang benteng Agra, setelah diberi wewenang oleh sang ayah untuk memimpin sejumlah pasukan. Ia kemudian menikah dengan Akbarabadi Mahal menyusul istri kedua Kandahari Mahal. Tetapi cinta sejati justru berkembang saat ia jatuh hati pada gadis belia 14 tahun Arjumand Banu Begum, cucu bangsawan Persia.

Ia terpaksa menunggu selama lima tahun sebelum diizinkan menikahi gadis menawan itu pada 1612. Dan seusai pesta pernikahan yang megah itu, istri ketiganya itu diberi julukan Mumtaz Mahal Begum. Mumtaz Mahal justru menjadi istri yang paling disayang dan dimanjakannya. Begitupun sang istri ini selalu menemaninya dalam setiap penugasan ke luar daerah. Setia menemani di dalam istana, maupun di tenda-tenda dalam perjalanan sang pangeran. Cinta kedua anak manusia ini memang sangat romantis, intim, dan harmonis.

Dalam misi tempur dari sang ayah, pada 1617, Khurram berkat dampingan Mumtaz, berhasil menaklukkan Lodi di Decan, serta mengamankan wilayah perbatasan selatan kerjaan dinasti Mughal. Untuk itu ia dianugerahi gelar “Shah Jehan Bahadur” oleh sang ayah. Gelar yang memastikannya akan menduduki tahta dinasti kelima Mughal.

Sejak Shah Jehan masih menjadi pangeran dan panglima perang, Mumtaz Mahal memang selalu mendampinginya dalam keadaan senang maupun susah, suka dan duka. Kisah cinta mereka tersiar di kalangan prajurit dan rakyat. Sampai akhirnya ketika menggantikan posisi ayahnya sebagai raja, Mumtaz Mahal selalu setia pada Shah Jehan.

Semua kisah cinta itu tak terlupakan oleh Shah Jehan sampai akhir hayatnya. Ketika ang istri meninggal, ia pun merasa amat terpukul. Namun semua kenangan akan cinta sejatinya dituangkan dalam pembangunan Taj Mahal. Selama 22 tahun (sejak 1631) sampai 1653, keseluruhan Taj Mahal rampung dibangun.

Bangunan setinggi hampir 60 meter itu dibuat dengan basis batu marmer dan beberapa bagiannya diberi ukiran, hiasan, dan lapisan emas, perak, dan berlian. Semua mata takjub dan berdecak kagum. Melihat Taj Mahal, semua orang yakin bahwa tak ada bangunan lain yang mampu menandingi keindahannya. Benar-benar wujud cinta yang paling dalam. Hingga ajalnya di tahun 1666, Shah Jehan pun dimakamkan di samping makam istrinya di dalam Taj Mahal. Menjadi lambang cinta sejati, hingga hari ini…

Taj Mahal dalam Mitos

Taj Mahal memang mengandung nuansa berbeda. Banyak kontroversi yang melambung dari sana. Mungkin karena aura dan keindahan bangunan tersebut memang mampu memengaruhi emosi pengunjungnya.

Jean-Baptiste Travernier mungkin menjadi “turis” Eropa pertama yang mengunjungi Taj Mahal. Dari kunjungannya tahun 1665, ia menuliskan bahwa kemungkinan Shah Jehan berencana membangun Taj Mahal dengan marmer hitam. Namun Shah Jehan mungkin sudah digantikan anaknya Aurungzeb sebelum Taj Mahal dibangun. Sehingga akhirnyadibuat dengan marmer putih.

Sisa-sisa marmer hitam masih terlihat di seberang sungai di Moonlight Garden, Mahtab Bagh, yang tampaknya mendukung versi legenda ini. Namun hasil penelitian dan penggalian di sana pada 1990 menemukan bahwa marmer itu adalah marmer putih yang berubah warna menjadi hitam. Teori tersebut juga sudah diuji coba pada 2006 di lokasi tersebut dan membuktikan bahwa marmer yang digunakan adalah memang marmer putih dan bukan hitam.

Masih banyak lagi mitos dan kontroversi soal Taj Mahal. Termasuk keraguan apakah Taj Mahal memang dibangun khusus untuk mengenang kisah cinta Shah Jehan bagi sitrinya Mumtaz Mahal, atau lebih daripada itu yaitu merupakan refleksi cinta yang lebih murni dalam konsep spiritual ilahi. Atau sekadar propaganda dinasti Mughal untuk menunjukkan kajayaan mereka semata? Belum ada yang bisa memastikan.

Bangunan yang mengusung konsep simetris itu merupakan satu pertanyaan lain. Lalu penataan kolam dan refleksi langsung Taj Mahal di atas air menjadi bahan perdebatan lainnya.

Seribu satu pertanyaan masih mengantung di seputar Taj Mahal…

Keindahan Mengagumkan yang Misterius

Taj Mahal mewakili arsitektur mewah yang terbaik dari dinasti Mughal. Aslinya mencerminkan perpaduan budaya dan sejarah kekasiran Islam Mughal yang pernah menguasai India. Walau bentuknya mirip tampilan fisik bangunan masjid, namun sesungguhnya ia merupakan sebuah makam penghormatan.

Taj Mahal Mudah dikenali dari ciri kubah putih marmer, tatanan kompleksnya dan areal taman di lahan seluas 22,44 hektar. Termasuk aea makam tambahan, infrastruktur pengairan, kota kecil Taj Ganji dan taman bulan purnama di utara sungai.

Dalam catatan sejarah Taj mahal masih diliputi kabut misteri. Masih tidak diketahui secara pasti latar belakang berdirinya kompleks Taj Mahal, walau diyakini sebagai persembahan cinta Shah Jehan terhadap istrinya Mumtaz Mahal.

Begitu juga dengan arsitek utama yang merancang bangunan tersebut. Ada yang menduganya adalah arsitek India, Persia, bahkan Italia. Yang pasti bahwa pembangunannya melibatkan kolaborasi sejumlah seniman, ahli, dan perajin dari berbagai daerah.

Namun sejumlah penelitian merujuk bahwa sang arsitek utama yang misterius itu kemungkinan besar adalah seorang Italia. Seseorang yang bernama Geronimo Veroneo. Dugaan muncul berdasarkan pernyataan Father Manrique, seorang Augustinian Friar, yang berkunjung ke Agra pada 1640 dalam upaya menjemput Father Antony yang akan dibebaskan dinasti Mughal dari penjara.

Namun kesaksian ini justru sangat ditentang oleh banyak orang yang meragukan ada seniman besar Italia di abad ke 17 yang berada di India. Namun sejumlah makam Kristen Padres Santos di Agra memang menjadi satu bukti bahwa orang Eropa sudah berada di Agra saat pembangunan Taj Mahal dan masa sesudahnya.

Satu kemewahan lain dari Taj Mahal adalah pengguaan materialnya yang didatangkan dari seluruh India dan Asia. Dindingnya dibentuk dengan potongan batu marmer dan batu pasir dalam teknik konstruksi pengunci besi. Seribuan gajah digunakan sebagai pengangkut material itu.

Untuk memenuhi kebutuhan batu pasirnya, didatangkan dari tambang di dekat Fatehour Sikri, lalu marmer putihnya dari Raja Jai Singh di Makrana, Rajasthan. Permata jasper berasal dari Punjab, permata jade dan kristal dari Tiongkok. Permata pirus dari Tibet, batu lapis Lazuli dari Afghanistan, batu safir dari Srilanka dan carnelian dari Arabia. Setidaknya ada 28 jenis batu permata yang digunakan sebagai penghias Taj Mahal.

Semua informasi detail mengenai pembangunan Taj Mahal memang masih terselubung. Entah mengapa bangunan yang belakangan ini tetap menjadi satu dari tuiuh keajaiban dunia modern (yang baru) itu, masih menyimpan rahasia besar. Namun nilai seni, sejarah, budaya dan filosofinya yang memang sarat akan tafsir, tetap menjadi satu warisan perdaban manusia. Sejak 1983, Taj Mahal sudah menjadi salah satu Situs Warisan Dunia yang ditetapkan UNESCO.

Ia menjadi daya tarik wisata di India, khususnya wilayah Uttar Paradesh…

30 Januari 2010

LEFT brain vs RIGHT brain

Otak adalah bagian paling vital dari tubuh manusia. Walaupun beratnya hanya sekitar dua persen dari bobot tubuh, namun di dalamnya terdapat puluhan ribu syaraf dan jutaan sel yang menjadi pusat kontrol utama tubuh kita.



Secara motorik, otak bagian kiri berfungsi mengendalikan tubuh sebelah kanan, sementara otak kanan mengendalikan belahan kiri. Dua bagian otak tersebut juga memiliki tugas masing-masing: Otak kiri umumnya berfungsi untuk kemampuan bicara, rasio, akademis dan keteraturan (bersifat analistis). Sementara otak kanan lebih mengarah pada kemampuan visual, intuisi, dan seni (bersifat kreatif).



Perbedaan teori fungsi otak kanan dan otak kiri telah populer sejak tahun 1960. Seorang peneliti bernama Roger Sperry menemukan bahwa otak manusia terdiri dari 2 hemisfer (bagian), yaitu otak kanan dan otak kiri yang mempunyai fungsi yang berbeda. Atas jasanya ini beliau mendapat hadiah Nobel pada tahun 1981. Selain itu dia juga menemukan bahwa pada saat otak kanan sedang bekerja maka otak kiri cenderung lebih tenang, demikian pula sebaliknya.



Menurut penelitian, kebanyakan orang di dunia hanya menggunakan satu bagian otaknya secara dominan. Yang manakah yang sesuai dengan kita?



• Dominasi otak kiri: Biasanya menyukai hal-hal yang bersifat eksakta, rasional dalam bertindak, gemar menyusun segala sesuatunya secara sistematis, memiliki kemampuan analistis yang sangat baik, tidak ekspresif, kemampuan berhitung dan daya hafal baik.



• Dominasi otak kanan: Menyukai hal-hal yang bersifat seni, mengadakan intuisi dalam bertindak, gemar membuat suatu tampilan menjadi menarik dengan warna dan bentuk, memiliki kemampuan visual dan spasial yang sangat baik (misalnya mengingat bentuk dan gambar), ekspresif, kemampuan dalam melukis, kerajinan tangan dan musik yang baik.



Walaupun keduanya mempunyai fungsi yang berbeda, tetapi setiap individu mempunyai kecenderungan untuk mengunakan salah satu belahan yang dominan dalam menyelesaikan masalah hidup dan pekerjaan. Setiap belahan otak saling mendominasi dalam aktivitas namun keduanya terlibat dalam hampir semua proses pemikiran.



Pada umumnya belajar di sekolah cenderung mengasah kinerja otak kiri dan mengesampingkan kinerja otak kanan. Ini karena perlunya berpikir secara logis, menganalisa dan keakuratan atau detil suatu masalah. Sedangkan otak kanan lebih ke arah estetika, perasaan dan kreatifitas yang jarang atau sedikit terasah di sekolah.



Sekarang, mari kita tes, bagian otak mana yang mendominasi Anda, otak kanan atau otak kiri atau seimbang?



Coba Anda melihat gambar di samping dan ucapkan warnanya dengan cepat, jika Anda benar menyebutkan warnanya dan tidak salah atau tersendat-sendat baca warnanya berarti otak anda sudah searah tapi kalau tersendat-sendat dan malah anda membaca teksnya, ternyata teori otak kanan dan otak kiri berlawanan benar.









Saya dapat ini dari milis IYE, ceritanya sih gambar ini diperlihatkan di kantor si penulis email. Terus orang-orang pada lihat. Sebagian besar cowok lihatnya gambar ini mutar ke kanan (searah jarum jam). Tetapi yang cewek sebagian besar melihat gambar ini mutar ke kiri (berlawanan arah jarum jam).



Dikatakan juga kalau beberapa orang bisa mengganti sudut pandangnya, sehingga kadang bisa melihat dia berputar ke kanan, dan kadang dia berputar ke kiri. Bagaimana dengan Anda?



Di email tersebut juga disebutkan bawah jika jika kita melihatnya berputar ke kanan, berarti otak kita yang dominan adalah kanan, jika melihatnya berputar ke kiri berarti otak kita dominan kiri. Benar atau tidak ya?

26 Januari 2010

Harapan (taken from shawsank redemption)


Ada tempat di dunia ini yang tidak terbuat dari batu..
sesuatu dalam diri kita, yang tidak bisa mereka dapatkan
tidak bisa mereka sentuh...dan sepenuhnya milikmu...
sesuatu itu adalah harapan..


Fear can hold you prisoner, hope can set you free

" one thing for sure....
this is the greatest movie ever made..
i watch it alone at first
and i always force my friends to watch it later  " Indra Ispun

22 Januari 2010

Hari yang aneh....

apakah ada orang yang seperti ini :

Saat terbangun dari tidur, dia membuka pintu rumahnya dan mendapati
sepatu yang ditaruhnya di depan pintu telah hilang.


Ketika berangkat ke tempat kerjanya motornya mogok kehabisan bensin,
dia lalu mendorong sepeda motornya sejauh satu kilometer hanya untuk bensin botolan.
Dapat job dari bos untuk cari bahan Untuk project mendatang,sesampainya di toko
barang yang dicarinya tidak ada. Dia keluar dan mendapati Helmnya telah tidak
berada pada tempat terakhir dia menaruhnya.Alhasil dia harus naik sepeda motor tanpa
mengenakan helm, satu kilo..dua kilo....10 kilo ..belum ada penjual helm yang kelihatan
masih untung polisi pura2 tidak melihatnya..Setelah membeli helm dia kembali ke tempat kerjanya.
Saat ingin pulang dari kantor dia lupa dimana dia menaruh kunci motornya
dia mundar-mandir dan tidak mendapati kunci di motornya...yang ternyata ada di meja tertutup dokumen yang dibawanya tadi..



apakah ada orang yag seperti ini ?
anda yang menentukannya....


Lagaligo dan kanon sastra dunia Part IV (final)

Baca Terlebih dahulu part I, Part II Dan Part III Karena artikelnya berkaitan.

Dalam penggambaran perilaku Patotoqe dengan keturunannya yang demikian manusiawi itu, kita menemukan hubungan yang menarik antara sastra dan kehidupan. Hubungan pertama adalah hubungan di mana sastra meniru kehidupan. Hubungan ini terpapar dalam penggambaran tokoh-tokoh epik Sureq Galigo yang meniru sepak terjang manusia. Hubungan kedua adalah hubungan di mana kehidupan justeru meniru sastra. Peniruan ini terbentang lewat upaya-upaya manusia Bugis menyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sastra Sureq Galigo.

Sureq Galigo juga menyelundupkan kekuatan “subversif” yang luar biasa. Di satu sisi, Sureq Galigo tampak menopang secara mutlak “aristokrasi genetik” dan “hak-hak istimewa” Batara Guru dan segenap keturunan langsungnya. Karena mereka adalah pewaris darah putih Sang Penentu Nasib, mereka punya hak-hak yang luar biasa tinggi, melampaui apa yang dimiliki oleh manusia-manusia di luar lingkaran genetik itu. Mereka punya hak asasi untuk dengan sendirinya memerintah dan menguasai dunia. Di sisi lain, Sureq Galigo justeru menggugat “aristokrasi” atau “previlege” itu dengan memperlihatkan betapa manusiawi mereka ini semua, betapa tidak istimewa mereka-mereka ini, sama saja dengan manusia-manusia yang lain. Mereka yang berdarah putih murni ini, juga bisa sangat konyol dan merusak, dan karena itu, hak-hak istimewa mereka untuk otomatis memerintah dan berkuasa menjadi sangat perlu dipertanyakan.

Kesadaran akan absurdnya “hak-hak istimewa genetis” ini, bagi saya, membuat Sureq Galigo memancing para pembacanya yang kritis untuk memikirkan sistem baru pengelolaan masyarakat. Di titik ini, Sureq Galigo tak lagi menjadi sastra yang meniru kehidupan, tapi menjadi sastra yang “menciptakan” kehidupan: sastra yang merangsang pemikiran untuk membangun kehidupan masyarakat baru yang lebih setara, dengan sejenis pembebasan dari ilusi atas “aristokrasi genetik”. Sureq Galigo meminta pembacanya untuk membangun sistem-sistem kehidupan yang dapat mengantisipasi kecenderungan buruk manusia sekaligus memekarkan segala hal yang baik yang terkadung dalam diri manusia juga. Barangkali ini yang, langsung atau tidak, mengilhami para leluhur Bugis “pasca-La galigo” membangun kebudayaan dengan semangat yang lebih egaliter dan independen, dengan sistem etik dan moral yang “keras dan tegas”, di mana “adat tak mengenal anak, tak mengenal cucu”. Ini pula yang agaknya ikut membuat tradisi demokrasi di Sulawesi-Selatan relatif lebih orisinal dan berakar kokoh, dibanding dengan sebagian besar kawasan lain di Indonesia, bahkan mungkin di Asia. Yang jelas, ada memang yang terasa “modern dan dekat dengan ide-ide Aufklaerung Eropa” dalam Sureq Galigo: sesuatu yang membuat epik besar ini, dalam beberapa hal, mendahului jamannya.

Memang, sekalipun Sureq Galigo sudah memaparkan kecenderungan dan watak manusia apa adanya, namun pemaparan itu tampaknya masih lebih banyak bersifat antropologis. Ia sepertinya belum banyak menjelajah jauh ke wilayah psikologis, menerobos sampai ke kerak-kerak dunia bawah sadar. Setidaknya, Sureq Galigo belum secara kuat mengilhami lahir dan meluasnya karya sastra dan pemikiran di tanahairnya yang secara kuat membentangkan kodrat manusia sampai ke ujung-ujungnya, menjelajahi kodrat-kodrat tersebut tanpa melanggar batas-batasnya, yang kelak membawa modus kesadaran yang baru. Dalam hal ini, Shakespeare, yang ditulis kira-kira 300 tahun setelah Sureq Galigo mulai diaksarakan, memang telah bergerak selangkah ke depan, setidaknya demikian jika kita mengikuti kajian Harold Bloom.

Bagi Harold Bloom, Shakespeare adalah pusat dari kanon sastra Barat. Karakter ciptaannya seperti Sir John Falstaff membentangkan kemampuan manusia untuk mentertawai dirinya sendiri, sementara Cleopatra menunjukkan betapa rumit eros itu, dan betapa mustahil menceraikan jatuh cinta sebagai adegan pentas dengan jatuh cinta sebagai kejadian nyata. Hamlet yang meragukan keyakinannya atas bahasa dan atas diri manusia sendiri, telah mengajari pembaca Shakespeare untuk bersikap skeptik terhadap hubungan-hubungan dengan orang lain. Hamlet menunjukkan bagaimana manusia perlu meragukan kefasihan dirinya dan manusia lain dalam hal kasih sayang. Dalam keterasingan radikal Pangeran Hamlet, dalam keinginan jahat Iago, dalam konfrontasi Raja Lear dengan keruntuhannya, dalam pemahaman Machbeth bahwa hidup adalah cerita yang tak bermakna apa-apa, terkandunglah, dalam kalimat Bloom, benih-benih dari nihilisme abad 19, eksistensialisme muram Dostoevsky dan kebangkutan spiritual Baudelaire.

Salah satu pencapaian terpenting sastra dunia di paruh kedua abad 20 adalah leburnya fakta dan fiksi, bertautnya waktu mitologis dan waktu historis; berkelindannya hal-hal yang tampak biasa dengan yang fantastik, yang mengaburkan batas antara yang sakral dan yang profan, yang menggiriskan dan absurd, yang tragis dan komik. Pendek kata, oplosan yang dinamis dari berbagai hal yang tampak bertentangan, yang mengguncang peta sastra dunia dan membentangkan genre sastra realisme magis. Yang menarik adalah bahwa karakter realisme magis hadir berlimpah-limpah dalam Sureq Galigo, dan itu berarti mendahului ratusan tahun pencapaian novel realisme magis yang paling berpengaruh dalam sejarah sastra: Cien A?os de Soledad Gabriel Garcia Marquez.

Shakespeare, Dante, Cervantes, Borges atau Marquez, telah membentangkan cakrawala baru, yang membuka penjelajahan sekaligus tantangan baru bagi pujangga-pujangga raksasa yang datang belakangan. Sureq Galigo yang juga telah menghamparkan horison baru, mestinya mengundang juga tantangan pengembaraan dan penciptaan literer generasi-generasi baru. Kajian antropologis, filologis dan semiotik yang sudah ada dan berkaitan dengan epik ini, sangatlah penting, kendati mungkin tak dengan sendirinya memadai.

***

Kanon, yang menampik pembedaan antara pengetahuan dan pendapat, yang merupakan piranti untuk bertahan hidup, dan disusun untuk menjadi kebal-waktu (time-proof), bukannya kebal-nalar (reason proof), tentu saja dapat didekonstruksi; jika manusia mengira bahwa hal tersebut keliru, maka mereka dengan sangat baik menemukan cara untuk menghancurkan kanon-kanon tersebut. Kalimat yang berasal dari Sir Frank Kermode, dikutip Harold Bloom dalam The Western Canon, berlaku untuk semua kanon, baik yang dianggap sakral maupun yang dianggap sekuler. Kalimat itu tentu juga berlaku untuk Sureq Galigo.

Sebagai sebuah teks besar, Sureq Galigo memang perlu diperlakukan sebagai naskah yang bisa dibongkar, bukannya teks yang tak boleh dimain-mainkan. Jika Sureq Galigo terus diperlakukan sebagai naskah angker, maka penghancuran dan kematian naskah tersebut akan tak terelakkan lagi. Pembongkaran atas Sureq Galigo menuntut perluasan akses sebesar-besarnya dan kebebasan penuh untuk memain-mainkannya secara kreatif. Tanpa keleluasaan dan kebebasan ini, Sureq Galigo akan benar-benar menjadi seperti sebuah peradaban yang kehilangan penduduk, seperti sebuah kitab agung yang kehilangan ummat.

Sebuah kajian menarik dari Sirtjo Koolhof, peneliti Sureq Galigo yang bermukim di Belanda, menunjukkan adanya sejenis kecerdasan linguistik yang memungkinkan tebentuknya komposisi Sureq Galigo yang panjangnya melebihi epik Mahabharata ini. Pemakaian bahasa literer yang khusus, metrum, penggunaan sejumlah rumus komposisi, sistem formulaik dan paralelisme, disebut-sebut sebagai unsur-unsur yang ada dalam kecerdasan linguistik itu.

Penguasaan kosa kata Bugis arkaik dengan segmen-segmen pentasilabik serta unsur-unsur lain yang yang menyusun kecerdasan linguistik tadi, memang sangat berguna. Pengetahuan itu menjadi kunci memasuki kosmos Sureq Galigo, menjelajahi pengetahuan, kebudayaan dan aspirasi-aspirasi tertinggi dari manusia-manusia yang terkait dengan epik besar itu. Paling tidak, untuk mengerti bagaimana naskah besar ini disusun dan ditransmisikan dari generasi ke generasi dalam wilayah linguistik yang sama. Namun demikian, hal-hal tersebut tidak memadai untuk melahirkan lagi kosmos itu, baik bagian-bagiannya apalagi keseluruhannya, untuk pembaca dunia di abad 21 ini. Diperlukan kecerdasan linguisik baru, kefasihan penggunaan media artistik baru yang bisa dipahami oleh publik yang ditujunya. Kecerdasan linguistik baru inilah yang bisa meneruskan secara kreatif apa yang kekal dan universal dalam epik besar tersebut. Wujudnya yang paling sederhana adalah penulisan ulang dalam bentuk novel, seperti yang misalnya dilakukan oleh Khrisna Dharma atas wiracarita besar India: Ramayana dan Mahabharata. Atau penulisan edisi populer untuk anak-anak, seperti yang terjadi pada Popol Vuh, epik mitologis suku bangsa Maya, Amerika Selatan.

“Kesakralan” Sureq Galigo yang membuatnya tak dapat diakses oleh sembarang orang, tampaknya memang harus disembelih dan dikorbankan. “Kesakralan” itu perlu dibunuh agar, seperti We Oddang Riuq yang meninggal tujuh hari setelah dilahirkan dan menjelma Sangiyang Serri, dari tubuhnya tumbuh padi yang menguning dalam lima nuansa warna, yang akan menghidupi manusia beribu tahun. Atau dengan metafor yang lebih kuat, “kesakralan” Sureq Galigo adalah “kekeramatan” pohon raksasa Welenrennge yang mengakar sampai ke pusar Bumi dan berpucuk sampai ke langit, yang mesti ditebang dan dijadikan perahu, agar Sawerigading dan keturunannya dapat berlayar menjelajahi dunia. ***


18 Januari 2010

Lagaligo dan Kanon Sastra dunia Part III

Sebelum membaca ini mungin ada yang belum membaca Part I dan Part II Sebelumnya. Mohon Dibaca dulu karena semuanya saling berhubungan.

Inilah yang membedakan Yudhistira dengan I La Galigo. Jika judi dalam riwayat Yudhistira merupakan rahmat terselubung untuk mempertegas kemuliaannya, judi dalam riwayat I La Galigo hadir sebagai kegemaran yang mempertegas ketidaksempurnaannya. Dan jika Yudhistira terpaut ke dalam kelompok Pandawa Lima yang menjadi kesayangan publik dan para dewa, I La Galigo dengan rombongan riang gembira ke 70 pangeran yang selalu mengiringinya, tampak lebih dekat ke Duryudhana yang culas, yang mengepalai gerombolan tengik Kurawa yang berjumlah 100 orang............


Tumbuh sebagai anak yang dilimpahi kasih sayang berlebihan, I La Galigo jadi terbiasa menyalahgunakan posisinya sebagai pangeran putera mahkota, sebagai keturunan langsung Batara Guru Sang Manusia Pertama dan Patotoqe Yang Maha Kuasa. Jika ia kalah di gelanggang adu ayam, ia mengingkari kekalahannya lalu meraih senjata dan mebunuhi ayam yang menang aduan. I La Galigo adalah si congkak pongah yang menamakan dirinya Raja yang tiada taranya baik di Kayangan maupun di Dunia Bawah Tanah. Tanpa pandang bulu ia merayu dan “memojokkan” perempuan manapun yang ia suka, baik yang masih lajang maupun yang sudah bersuami. Ketika I La Galigo “terhasut” jatuh cinta pada We Tenrigangka yang sudah bersuami, ia merekayasa berita bohong bahwa mertua We Tenrigangka sakit. Suami We Tenrigangka pun berangkat menjenguk orang tuanya, dan I La Galigo menyelinap bagai pencuri masuk ke bilik We Tenrigangka, merampas hati perempuan itu dengan memakai kesaktian pemberian Sawerigading. Begitu suami We Tenrigangka pulang, I La Galigo kabur secara pengecut dengan meyamar dalam pakaian perempuan. Pendek kata, selain mencuri dan berdusta, I La Galigo banyak melakukan tindakan yang merupakan campuran antara keburukan dan kenakak-kanakan. Bahkan anak dan isterinya, La Mappanganro dan Karaeng Tompoq misalnya, mencari perkara kepadanya karena sepak terjangnya yang ngawur.

Tiadanya tokoh yang benar-benar sempurna, dibarengi dengan tidak adanya tokoh yang benar-benar jahat yang bisa menjadi perlambang kekal kekuatan gelap dalam kosmologi Manichean. I La Galigo, si congkak curang itu, juga akhirnya menjadi tokoh yang manusiawi. Sebagaimana ia dulu mengecam perilaku buruk ibunya, I We Cudai, yang membuang dirinya selagi ia masih bayi, I La Galigo pun kelak mengecam perbuatan “curang” adiknya I We Tenridio yang kabur ke langit meninggalkan suami dunianya. Di salah satu bagian, disebutkan bagaimana I La Galigo tengah menggoda ayahnya yang sudah tua namun tengah mabuk kasmaran yang membuat Sang Opu Samuda itu seakan-akan kembali menjadi remaja. Sejumlah peristiwa lain yang menggambarkan betapa manusiawinya I La Galigo, dan semua tokoh penting epik raksasa ini, buat saya menunjukkan bahwa pada dasarnya Sureq Galigo memang merupakan karnaval maha meriah tentang manusia, tentang ketidak-sempurnaan sekaligus kedahsyatannya.

***

Membaca naskah-naskah Sureq Galigo, kita akan menemu sejenis “penjarakan” di depan keriangan dan kebrutalan, tapi dengan sebentuk simpati yang terkendali. Penemuan ini datang bersama penemuan bahwa kekuatan Sureq Galigo terletak bukan melulu pada kisahnya atas penciptaan dunia dan pengisian manusia ke dalamnya, tapi terutama pada penggambarannya yang begitu istimewa atas manusia. Penggambaran itu membuat kita merasa akrab dengan dunia para makhluk supra-natural yang dipenuhi dengan keajaiban-keajaiban yang tak ditemui di dunia nyata. Kita tak merasa asing dengan dunia para dewa dan manusia keturunannya. Kita masuk ke dalam dunia supernatural, ke dalam masa silam yang lebih dekat ke pra-sejarah, tapi sekaligus kita merasa berada di masa kini akibat pemaparan tingkah laku karakter-karakter utama yang sama saja dengan manusia yang kita kenal saat ini.

Para pengarang Sureq Galigo memang menghayutkan diri menghayal seliar mungkin tentang alam dan kegaibannya, tapi mengamati sepak terjang manusia secermat mungkin, tanpa membiarkan diri terperosok ke dalam penilaian moral. Mereka membentangkan ketidak-sempurnaan manusia dengan impassive, dengan ketenangan lembam yang tak dapat diganggu sekalipun dewa-dewa marah dan dunia terbalik pecah.

Salah satu ciri kanon klasik memang terletak pada pemaparan tingkah laku dewa-dewa yang sangat manusiawi. Ciri ini bisa kita lihat pada mitologi Yunani yang bersambung dengan tragedi-tragedinya. Secara khusus, sepak terjang I La Galigo sendiri, mengingatkan saya pada satu karakter penting dalam salah satu kanon paling berpengaruh dalam sejarah manusia. Karakter tersebut adalah Yahweh sang Maha Kuasa, dan kanon tersebut adalah Perjanjian Lama. Yahweh dalam Perjanjian Lama, seperti dipapar oleh Harold Bloom, juga sangat manusiawi: Ia makan dan minum, tak jarang naik pitam dan menebar murka, bergembira dengan tingkahnya yang nakal, pecemburu dan pendendam, memaklumkan dirinya maha adil sementara tindakannya berkata lain.

Bersambung Ke Part IV
Sebelum membaca ini mungin ada yang belum membaca Part I dan Part II Sebelumnya. Mohon Dibaca dulu karena semuanya saling berhubungan.

Inilah yang membedakan Yudhistira dengan I La Galigo. Jika judi dalam riwayat Yudhistira merupakan rahmat terselubung untuk mempertegas kemuliaannya, judi dalam riwayat I La Galigo hadir sebagai kegemaran yang mempertegas ketidaksempurnaannya. Dan jika Yudhistira terpaut ke dalam kelompok Pandawa Lima yang menjadi kesayangan publik dan para dewa, I La Galigo dengan rombongan riang gembira ke 70 pangeran yang selalu mengiringinya, tampak lebih dekat ke Duryudhana yang culas, yang mengepalai gerombolan tengik Kurawa yang berjumlah 100 orang.

Tumbuh sebagai anak yang dilimpahi kasih sayang berlebihan, I La Galigo jadi terbiasa menyalahgunakan posisinya sebagai pangeran putera mahkota, sebagai keturunan langsung Batara Guru Sang Manusia Pertama dan Patotoqe Yang Maha Kuasa. Jika ia kalah di gelanggang adu ayam, ia mengingkari kekalahannya lalu meraih senjata dan mebunuhi ayam yang menang aduan. I La Galigo adalah si congkak pongah yang menamakan dirinya Raja yang tiada taranya baik di Kayangan maupun di Dunia Bawah Tanah. Tanpa pandang bulu ia merayu dan “memojokkan” perempuan manapun yang ia suka, baik yang masih lajang maupun yang sudah bersuami. Ketika I La Galigo “terhasut” jatuh cinta pada We Tenrigangka yang sudah bersuami, ia merekayasa berita bohong bahwa mertua We Tenrigangka sakit. Suami We Tenrigangka pun berangkat menjenguk orang tuanya, dan I La Galigo menyelinap bagai pencuri masuk ke bilik We Tenrigangka, merampas hati perempuan itu dengan memakai kesaktian pemberian Sawerigading. Begitu suami We Tenrigangka pulang, I La Galigo kabur secara pengecut dengan meyamar dalam pakaian perempuan. Pendek kata, selain mencuri dan berdusta, I La Galigo banyak melakukan tindakan yang merupakan campuran antara keburukan dan kenakak-kanakan. Bahkan anak dan isterinya, La Mappanganro dan Karaeng Tompoq misalnya, mencari perkara kepadanya karena sepak terjangnya yang ngawur.

Tiadanya tokoh yang benar-benar sempurna, dibarengi dengan tidak adanya tokoh yang benar-benar jahat yang bisa menjadi perlambang kekal kekuatan gelap dalam kosmologi Manichean. I La Galigo, si congkak curang itu, juga akhirnya menjadi tokoh yang manusiawi. Sebagaimana ia dulu mengecam perilaku buruk ibunya, I We Cudai, yang membuang dirinya selagi ia masih bayi, I La Galigo pun kelak mengecam perbuatan “curang” adiknya I We Tenridio yang kabur ke langit meninggalkan suami dunianya. Di salah satu bagian, disebutkan bagaimana I La Galigo tengah menggoda ayahnya yang sudah tua namun tengah mabuk kasmaran yang membuat Sang Opu Samuda itu seakan-akan kembali menjadi remaja. Sejumlah peristiwa lain yang menggambarkan betapa manusiawinya I La Galigo, dan semua tokoh penting epik raksasa ini, buat saya menunjukkan bahwa pada dasarnya Sureq Galigo memang merupakan karnaval maha meriah tentang manusia, tentang ketidak-sempurnaan sekaligus kedahsyatannya.

***

Membaca naskah-naskah Sureq Galigo, kita akan menemu sejenis “penjarakan” di depan keriangan dan kebrutalan, tapi dengan sebentuk simpati yang terkendali. Penemuan ini datang bersama penemuan bahwa kekuatan Sureq Galigo terletak bukan melulu pada kisahnya atas penciptaan dunia dan pengisian manusia ke dalamnya, tapi terutama pada penggambarannya yang begitu istimewa atas manusia. Penggambaran itu membuat kita merasa akrab dengan dunia para makhluk supra-natural yang dipenuhi dengan keajaiban-keajaiban yang tak ditemui di dunia nyata. Kita tak merasa asing dengan dunia para dewa dan manusia keturunannya. Kita masuk ke dalam dunia supernatural, ke dalam masa silam yang lebih dekat ke pra-sejarah, tapi sekaligus kita merasa berada di masa kini akibat pemaparan tingkah laku karakter-karakter utama yang sama saja dengan manusia yang kita kenal saat ini.

Para pengarang Sureq Galigo memang menghayutkan diri menghayal seliar mungkin tentang alam dan kegaibannya, tapi mengamati sepak terjang manusia secermat mungkin, tanpa membiarkan diri terperosok ke dalam penilaian moral. Mereka membentangkan ketidak-sempurnaan manusia dengan impassive, dengan ketenangan lembam yang tak dapat diganggu sekalipun dewa-dewa marah dan dunia terbalik pecah.

Salah satu ciri kanon klasik memang terletak pada pemaparan tingkah laku dewa-dewa yang sangat manusiawi. Ciri ini bisa kita lihat pada mitologi Yunani yang bersambung dengan tragedi-tragedinya. Secara khusus, sepak terjang I La Galigo sendiri, mengingatkan saya pada satu karakter penting dalam salah satu kanon paling berpengaruh dalam sejarah manusia. Karakter tersebut adalah Yahweh sang Maha Kuasa, dan kanon tersebut adalah Perjanjian Lama. Yahweh dalam Perjanjian Lama, seperti dipapar oleh Harold Bloom, juga sangat manusiawi: Ia makan dan minum, tak jarang naik pitam dan menebar murka, bergembira dengan tingkahnya yang nakal, pecemburu dan pendendam, memaklumkan dirinya maha adil sementara tindakannya berkata lain.

Bersambung Ke Part IV


15 Januari 2010

Lagaligo dan Kanon Sastra Dunia Part II

Sebelum Dibaca Terlebih dahulu baca dulu artikel Part I karena saling berkaitan

Menjadi manusia, menjadi penghuni Dunia Tengah, adalah momen yang paling menyakitkan dalam riwayat hidup Batara Guru. Itu berarti bahwa ia kehilangan seluruh hak-hak istimewanya sebagai seorang dewa, sebagai putera sulung dan pangeran mahkota dari Sang Penentu Nasib yang menguasai seluruh alam. Batara Guru sang Manusia Pertama, telah menjadi Sang Lain (the other) yang berada di luar lingkaran dewa-dewa. Sebagaimana dikatakan oleh Patotoqe kepada Batara Guru yang bersimpuh menyembah dengan hati yang hancur dan mata basah, “To Linoe no le Kudewata”. Engkau adalah manusia, dan Aku adalah dewa (hal. 118, baris 31). Menjadi manusia, memang berarti menjadi lebih rendah derajatnya; dewa-dewa bahkan tak dapat bergaul lama dengan manusia karena dewa-dewa tak akan tahan dengan bau manusia.........

Namun demikian, ketahanan Batara Guru menjalani nasibnya sebagai manusia, sebagai manusia pertama di bumi yang kosong, akhirnya memberi ia berkah yang sedemikian indah – begitu indah sehingga ia melupakan hasratnya untuk kembali ke langit, dan itu berarti melupakan ingatannya sebagai dewa. Ternyata menjadi manusia yang mampu melewati berbagai cobaan adalah berkah yang paling besar di seluruh alam, berkah yang yang lebih menarik, lebih bermakna daripada menjadi dewa. Ini analog dengan salah satu “pesan hidup” Sawerigading bahwa berlayar mengelilingi dunia, lebih menarik dari duduk diam bertahta sebagai raja yang dipertuan.

Pada halaman 166 dan 168, baris 10-12, dapat kita baca:

Ala maeloq mawela Batara Guru

Siraga-raga massapo siseng.

Tennasengeq ni lolangengge ri Boting Langiq.

.

.

Tak ingin lagi beringsut Batara Guru

Bermesra kasih bersepupu sekali.

Tak dihiraukannya lagi Negeri di Puncak Langit

Batara Guru akhirnya bahagia di Dunia Tengah, dan mulai melupakan asalnya, melupakan ayahandanya, setelah perkawinannya dengan We Nyiliq Timoq, puteri sulung penguasa Dunia Bawah. Perkawinan ini mengukuhkan sesuatu yang selalu muncul dalam Sureq Galigo: persatuan Dunia Atas dan Dunia Bawah, yang kemudian melahirkan penghuni dan penguasa Dunia Tengah. Di akhir kisah panjang ini, Batara Guru memang kelak naik kembali ke langit, menggantikan kedudukan Patotoqe sebagai penguasa tertinggi. Tapi ini terjadi setelah empat generasi keturunan Batara Guru sudah menjelajah ke seluruh penjuru dunia, Bumi menjadi semarak oleh kehidupan manusia dan keturunan para dewa sudah berpindah naik ke Kayangan atau turun ke Dunia Bawah Tanah.

Episode akhir Sureq Galigo yang kembali diisi oleh perkawinan Dunia Atas dan Dunia Bawah untuk melahirkan penghuni Dunia Tengah, dipuncaki oleh reuni keluarga besar anak cucu Batara Guru. Mereka yang terserak sampai ke Cina, yang menetap di Langit dan Dunia Bawah Tanah, semuanya datang berkumpul. Sawerigading, karena telah beranak cucu di Cina, tak lagi terkena kutuk jika kembali ke tanah asalnya. Ia akhirnya memang mudik ke tanah kelahirannya dan mengundang adik kembarnya, I We Teriabeng, turun dari langit. Kehadiran I We Tenriabeng membuat lengkap reuni keluarga besar Manusia Pertama di Dunia.

Reuni yang amat meriah itu, menurut saya, secara tidak langsung merayakan selesainya misi besar keluarga Batara Guru untuk menyebar beranak cucu, mengisi dunia dengan kehidupan. Dengan selesainya misi penyebaran kehidupan, kisahpun menjadi lengkap, sempurna dan harus ditamatkan. Dunia Tengah akhirnya gonjang-ganjing. Kejadian ini diikuti oleh tindakan Patotoqe untuk menutup pintu langit, dan putuslah hubungan langit dan dunia. Dunia tengah dan manusianya, harus bergerak sendiri, mejadi mandiri dalam menentukan jalan hidupnya. Hanya sesekali saja To Manurung turun dari langit, tapi mereka hanya boleh memerintah lewat sebentuk kontrak sosial politik dengan manusia yang diperintahnya.

Dalam sinopsis yang berjumlah seribu halaman susunan R. A. Kern, kenaikan Batara Guru menjadi penguasa Langit, muncul sebagai latar yang sayup bagi episode penutup La Galigo. Dari kenaikan yang berkaitan dengan kemeriahan reuni keluarga besar itu, serta “tenggelamnya” Sawerigading untuk menjadi penguasa Dunia Bawah, cerita berpindah ke adegan yang menurut saya merupakan adegan paling menyentuh dalam keseluruhan cerita. Adegan ini adalah adegan pamungkas, dan berlangsung tiga bulan setelah pintu-pintu Kayangan dipalang dan pintu-pintu Dunia Bawah Tanah dirantai. Mutiatoja, puteri bungsu Sawerigading dengan I We Cudai, dicengkeram keinginan yang sangat besar untuk Turun Ke Dunia Bawah Tanah. Sementara Salinrunglangi, putra bungsu I We Tenriabeng dan Remmang Ri Langi, dibakar rindu untuk naik ke Kayangan. Dihadang oleh kenyataan bahwa pintu Kayangan dan Pintu Dunia Bawah Tanah tak lagi terbuka buat manusia, kedua suami isteri ini, beserta anak mereka yang masih bayi, hanya bisa saling menghibur, menerima takdir dan berkah mereka sebagai penghuni Dunia Tengah, penerus generasi manusia.

***

Kendati bercerita tentang pembentukan dunia, dengan sepak terjang para dewa dan pelbagai kedahsyatannya, Sureq Galigo pada dasarnya adalah karnaval sejak terjang manusia. Epik mitologis yang dimeriahkan oleh puluhan episode dan ratusan protagonis ini, tak lain dan tak bukan merupakan cerita besar tentang manusia sebagaimana adanya. Ia tidak menutup-nutupi kenyataan bahwa ada sesuatu yang “gelap, gila dan tak terduga” dalam diri manusia, sekalipun ia adalah turunan dewa berdarah putih. Dalam tokoh-tokoh La Galigo, tak ada yang benar-benar sempurna dan tanpa cacat dengan perilaku yang benar-benar serupa dewa agung. Para dewa bahkan bisa memperlihatkan sepak terjang yang konyol dan sangat manusiawi.

Patotoqe bukanlah penguasa yang benar-benar tegas dan tak pilih kasih. Sejumlah pelanggaran dari keturunannya tidak diganjar dengan hukuman yang setimpal, atau yang sekeras hukuman yang diberikan ke orang lain. Perempuan-perempuan mulia di epik besar ini, selain bisa memendam cemburu dan parasangka yang merusak, juga bisa merajuk dengan cara yang kekanak-kanakan. Mereka juga memiliki watak tega yang mencemaskan. Sawerigading sendiri yang dipuja-puja itu, pada saat-saat tertentu bisa menjadi cengeng dan nepotis, dan tak jarang ditegur keras oleh penasehat-penasehatnya. Barangkali representasi paling menonjol dari watak “konyol dan gelap” manusia terlihat pada putra sulung Sawerigading Sendiri, I La Galigo To Botoq, tokoh yang oleh Sir Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java (1817) dikira sebagai pengarang dari epik besar ini. I La Galigo adalah sang penjudi agung, si penaik darah, pembawa keributan di setiap jengkal daratan dan lautan yang dilaluinya.

Yudhistira, putra sulung keluarga Pandu dalam epik Mahabharata, juga seorang penjudi. Untuk judi, ia mempertaruhkan kerajaannya, diri dan adik-adiknya. Ia bahkan mempertaruhkan Drupadi, isterinya, puteri terhormat Kerajaan Pancala. Judilah yang membuat keluarga Pandu ini menjalani hidup hina di hutan selama 13 tahun, dan kemudian menuntut haknya atas kerajaan yang kelak meledak dalam perang besar di Kurusetra. Namun demikian, judi, dalam kasus Yudhistira, adalah akibat dari kepolosan, bukan kegemaran yang mendarah daging. Judi memang memberi aib pada Yudhistira, tapi itu tidak lantas menghilangkan sosoknya sebagai manusia sempurna pilihan dewa dan pujaan rakyat.

Bersambung Ke Part III


14 Januari 2010

Lagaligo Dan Kanon Sastra Dunia Part I

Penciptaan dan “Penemuan” Manusia

Canons, which negate the distinction between knowledge and opinion, which are instruments of survival built to be time-proof, not reason-proof, are of course deconstructable; if people think there should not be such things, they may very well find the means to destroy them.

Sir Frank Kermode

Naskah La Galigo. Foto: Nurhayati Rahman

Kanon, kita tahu, adalah kumpulan naskah yang dikukuhkan sebagai “ukuran”, norma, pegangan yang berwibawa, sukma bagi kehidupan komunitas yang memegangnya. Kanon adalah standar yang menjadi sumber ilham bagi kehidupan penciptaan generasi berikutnya. Menurut Harold Bloom, pemikir dan kritikus sastra yang sangat berpengaruh dari Universitas Yale, sebuah teks menjadi kanon sastra karena kemampuannya membuat kita merasa asing di tengah lingkungan sendiri (feel strange at home). Atau sebaliknya, membuat kita merasa betah dan akrab di tengah dunia yang asing (at home out of doors, foreign, abroad)...........

Dirumuskan secara sederhana, kemampuan kanon untuk membuat kita merasa asing di tengah lingkungan sendiri, menunjuk pada kekuatannya untuk memprovokasi, untuk menggoncang, hal-hal yang sudah kita terima mapan. Ia memberi kita alternatif-alternatif dan meyingkapkan hal-hal yang selama ini terselubung. Kemampuan ini membuat kita jadi lebih kaya secara intelektual dan lebih peka secara emosional. Adapun kemampuan kanon membuat kita merasa betah dan akrab sekalipun berada di wilayah asing, menunjuk pada kekuatannya untuk menggaris bawahi persamaan universal kemanusiaan, kemampuannya menemukan hal-hal yang kekal dan tak berubah yang ada di tengah arus sejarah dan kehidupan manusia.

La Galigo, atau Sureq Galigo, epik mitologis orang-orang Bugis yang juga ditemui pecahan-pecahannya di luar wilayah Bugis itu, sampai derajat tertentu memperlihatkan kedua kemampuan kanonik di atas. Kemampuan itu sudah terlihat sejak dari bahagian awal kisah panjang berusia ratusan tahun tentang pembentukan dunia dan penataan ide serta kesadaran manusia Bugis. Kemampuan itu berkelindan dengan pemaparannya atas sepak terjang manusia, karakternya yang kompleks dan menyimpan dalam dirinya banyak kekuatan dan kecenderungan yang saling bertentangan.

Dalam kanon sastra Barat, pemaparan dan penemuan atas manusia ini (The Invention Of The Human), menurut Harold Bloom, terjadi dengan bagus dalam karya-karya pentas William Shakespeare. Shakespeare-lah yang pertama kali dengan kuat membentangkan manusia, membentangkan dunia interior dan psike dan personalitasnya. Kajian-kajian psikologi Sigmund Freud yang sangat mempengaruhi peradaban modern itu, hanya mempertegas penemuan Shakespeare atas “manusia”.

***

Mereka yang pernah membaca cukup dalam naskah Sureq Galigo, akan tahu bahwa epik raksasa ini bergerak ketika Patotoqe (Sang Penentu Nasib) memperoleh laporan bahwa Dunia Tengah ternyata kosong melompong. Patotoqe lalu bertindak menjalankan perannya yang sejati, dengan terlebih dahulu mengumpulkan segenap dewa di Puncak Langit dan Dunia Bawah Tanah. Peran terpenting dari Patotoqe sang Dewa Tertinggi, bukanlah sekedar sebagai Sang Penentu Nasib. Ia harus menyebarkan kehidupan di dunia, menjaga dan merayakannya, sehingga dunia yang tadinya kosong, menjadi meriah dan bercahaya. Jika tak ada kehidupan di dunia, maka takkan ada manusia di sana, dan tanpa manusia maka takkan ada Dewa Maha Tinggi yang menentukan nasib (yang ada hanya sekedar penghuni langit). Konsep inti di sini adalah hadirnya kehidupan, terbitnya kemanusiaan. Adapun penyembahan manusia kepada Dewata yang Maha Tinggi, hanyalah akibat samping dari penciptaan kehidupan dan kemanusiaan.

Jika kita cermati naskah episode pertama Sureq Galigo, kita akan selalu menemukan bahwa penciptaan kehidupan selalu disebut pertama kali. Sementara penyembahan manusia kepada Tuhan selalu disebut belakangan, hadir sebagai pernyataan terima kasih manusia kepada Penciptanya. Peran Patotoqe yang disebut tadi, dapat dibaca pada dialog pertama yang terjadi dalam Sureq Galigo. Ini tertera pada naskah NBG 188 yang disusun oleh Arung Pancana Toa. Perempuan bangsawan yang hidup di abad 19 ini, juga menulis syair Sureq Baweng yang naskah lontarnya tersimpan di Perpustakaan Nasional, mengadaptasi Hikayat Bayan Budiman yang berasal dari bahasa Melayu, dan menulis sejumlah naskah tentang sejarah, kebudayaan dan upacara-upacara Bugis.

Gulungan Sureq Baweng. Milik Perpustakaan Nasional RI

Berikut ini adalah penggalan dari dialog pertama dalam pembukaan Sureq Galigo, (halaman 58, baris 35 - 4, Jilid 1), susunan Arung Pancana Toa, Jilid I:

Maddaung wali Rukkelleng Mpoba,

“…

Temmaga Puang muloq seua rijajiammu,

tabareq-bareq ri atawareng,

ajaq naonro lobbang linoe

makkatajangeng ri atawareng.

Teddewata iq, Puang, rekkua masuaq tau

ri awa langiq, le ri meneqna Peretiwie

Mattampa puang le ri Batara.”

.

.

Bersimpuh Rukkelleng Mpoba,

“…

Alangkah baik Tuanku menurunkan seorang keturunan

Untuk menjelma di muka Bumi,

Agar dunia tak lagi kosong melompong’

Dan terang benderang paras dunia,

Engkau bukanlah Dewata selama tak satu manusiapun

Di kolong langit, di permukaan Peretiwi

Menegaskan Sri Paduka sebagai Batara.”

Kalimat-kalimat yang mirip dengan isi yang sama seperti di atas, dapat pula dilihat pada halaman 60 (baris 32-5), halaman 92 (baris 24-32), halaman 112 (baris 31-34), dan beberapa halaman lain di buku yang sama. Pada halaman 60, baris 32-34, dari buku yang transkripsi dan terjemahannya dikerjakan oleh Muhammad Salim dan Facruddin Ambo Enre ini, tertera:

Kua adanna Patotoqe

ri makkunrai ripawekkeqna,

“Temmaga wae Datu Palingeq anri

tauloq rijajiatta,

tabareq-bareq tuneq ri Kawaq

…”

.

.

Berujarlah Sang Penentu Nasib

kepada permaisuri belaiannya,

“Selayaknyalah wahai adinda Datu Palingeq

kita turunkan ananda kita,

kita jadikan tunas di Bumi

….”

Musyawarah para dewa akhirnya menyetujui keputusan Sang Penentu Nasib memilih Batara Guru untuk dijelmakan sebagai tunas manusia di Bumi, generasi pertama manusia di dunia. Selain digelari sebagai Manurungge (Yang Dirturunkan), Batara Guru disebut pula sebagai Mula Tau (Pemula Manusia). Periode awal Sureq Galigo selalu juga disebut sebagai periode Mula Tau, periode kejadian manusia pertama yang diturunkan dari langit lewat pelangi, dan ditetaskan lewat sebatang bambu betung.

Bersambung Ke Part II


13 Januari 2010

Siapa Yang paling Saleh ?

”Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.”(QS, al-Hujurat [49]: 13)

Dua orang laki-laki bersaudara . Mereka sudah yatim piatu sejak remaja. Keduanya bekerja pada sebuah pabrik kecap ..........

Mereka hidup rukun , dan sama-sama tekun belajar agama. Mereka berusaha mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari semaksimal mungkin.

Untuk datang ke tempat pengajian, mereka acap kali harus berjalan kaki untuk sampai ke rumah Sang Ustadz. Jaraknya sekitar 10 km dari rumah peninggalan orangtua mereka.

Suatu ketika sang kakak berdo’a memohon rejeki untuk membeli sebuah mobil supaya dapat dipergunakan untuk sarana angkutan dia dan adiknya, bila pergi mengaji. Allah mengabulkannya, jabatannya naik, dia menjadi kepercayaan sang direktur. Dan tak lama kemudian sebuah mobil dapat dia miliki. Dia mendapatkan bonus karena omzet perusahaannya naik.

Lalu sang kakak berdo’a memohon seorang istri yang sempurna, Allah mengabulkannya, tak lama kemudian sang kakak bersanding dengan seorang gadis yang cantik serta baik akhlaknya.

Kemudian berturut-turut sang Kakak berdo’a memohon kepada Allah akan sebuah rumah yang nyaman, pekerjaan yang layak, dan lain-lain. Dengan itikad supaya bisa lebih ringan dalam mendekatkan diri kepada Allah. Dan Allah selalu mengabulkan semua do’anya itu.

Sementara itu, sang Adik tidak ada perubahan sama sekali, hidupnya tetap sederhana, tinggal di rumah peninggalan orang tuanya yang dulu dia tempati bersama dengan Kakaknya. Namun karena kakaknya sangat sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak dapat mengikuti pengajian, maka sang adik sering kali harus berjalan kaki untuk mengaji kerumah guru mereka.

Suatu saat sang Kakak merenungkan dan membandingkan perjalanan hidupnya dengan perjalanan hidup adiknya. Dia dia teringat bahwa adiknya selalu membaca selembar kertas saat dia berdo’a, menandakan adiknya tidak pernah hafal bacaan untuk berdo’a.

Lalu datanglah ia kepada adiknya untuk menasihati adiknya supaya selalu berdo’a kepada Allah dan berupaya untuk membersihkan hatinya, ” Dik, sesungguh ketidak mampuan kita menghapal quran, hadits dan bacaan doa. bisa jadi karena hati kita kurang bersih.. “

Sang adik Mengangguk, hatinya terenyuh dan merasa sangat bersyukur sekali mempunyai kakak yang begitu menyayanginya, dan dia mengucapkan terima kasih kepada kakaknya atas nasihat itu.

Suatu saat sang adik meninggal dunia, sang kakak merasa sedih karena sampai meninggalnya adiknya itu tidak ada perubahan pada nasibnya sehingga dia merasa yakin kalau adiknya itu meninggal dalam keadaan kotor hatinya sehubungan do’anya tak pernah terkabul.

Sang kakak membereskan rumah peninggalan orang tuanya sesuai dengan amanah adiknya untuk dijadikan sebuah mesjid. Tiba-tiba matanya tertuju pada selembar kertas yang terlipat dalam sajadah yang biasa dipakai oleh adiknya yang berisi tulisan do’a, diantaranya Al-fatehah, Shalawat, do’a untuk guru mereka, do’a selamat dan ada kalimah di akhir do’anya:

“Ya, Allah. tiada sesuatupun yang luput dari pengetahuan Mu,
Ampunilah aku dan kakak ku, kabulkanlah segala do’a kakak ku,
Jadikan Kakakku selalu dalam lindungan dan cinta-Mu,
Bersihkanlah hati ku dan berikanlah kemuliaan hidup untuk kakakku
didunia dan akhirat.”

Sang Kakak berlinang air mata dan haru biru memenuhi dadanya.Dia telah salah menilai adiknya. Tak dinyana ternyata adiknya tak pernah sekalipun berdo’a untuk memenuhi nafsu duniawinya.

Kekayaan, kemiskinan, kebaikan, keburukan dan setiap musibah yang menimpa manusia merupakan ujian dari Allah swt. yang diberikan kepada hambanya. Itu bukan ukuran kemuliaan atau kehinaan seseorang. Janganlah bangga karena kekayaan dan janganlah putus asa karena kemiskinan..



Cerita ini begitu menyentuh , semoga dapat menjadikan hikmah bagi kita semua ...



Sumber : Ispiring Stories II
@Cyber Halaqoh

Oleh : Lailla Nurul Muna Di Discussion Board KKH 2


12 Januari 2010

Aliran sungai


aku ingin menjadi aliran sungai
yang terus mengalir
tanpa khawatir alirannya dibendung atau di kotori


aku ingin menjadi aliran sungai
yang memberi kehidupan
tanpa pandang bulu makhluk apapun itu


aku ingin menjadi aliran sungai
yang searah dan bermuara di samudera hatimu

Jadwal piket organ tubuh

Berikut jadwal kerja organ kita :

LAMBUNG Jam 07.00 - 09.00 Jam piket organ lambung
sedang kuat, sebaiknya makan pagi untuk proses pembentukan energi
tubuh sepanjang hari. Minum jus atau ramuan sebaiknya sebelum sarapan
pagi, perut masih kosong sehingga zat yang berguna segera terserap
tubuh.

LIMPA Jam 09.00 - 11.00 Jam piket organ limpa
kuat, dalam mentransportasi cairan nutrisi untuk energi pertumbuhan.
Bila pada jam-jam ini mengantuk, berarti fungsi limpa lemah. Kurangi
konsumsi gula, lemak, minyak dan protein hewani.

JANTUNG Jam 11.00 - 13.00 Jam piket organ jantung
kuat, harus
istirahat, hindari panas dan olah fisik, ambisi dan emosi terutama
pada penderita gangguan pembuluh darah.........





HATI Jam 13.00 - 15.00 Jam piket organ hati lemah,
bila orang tidur, darah merah berkumpul dalam organ hati dan terjadi
proses regenerasi sel-sel hati. Apabila fungsi hati kuat maka tubuh
kuat untuk menangkal semua penyakit.

PARU-PARU Jam 15.00 - 17.00 Jam piket organ
paru-paru lemah, diperlukan istirahat, tidur untuk proses pembuangan
racun dan proses pembentukan energi paru-paru

GINJAL Jam 17.00 - 19.00 Jam piket organ ginjal
kuat, sebaiknya digunakan untuk belajar karena terjadi proses
pembentukan sumsum tulang dan otak serta kecerdasan.

LAMBUNG Jam 19.00 - 21.00 Jam piket organ lambung
lemah sebaiknya tidak mengkonsumsi makan yang sulit dicerna atau lama
dicerna atau lebih baik sudah berhenti makan

LIMPA Jam 21.00 - 23.00 Jam piket organ limpa
lemah, terjadi proses pembuangan racun dan proses regenerasi sel
limpa. Sebaiknya istirahat sambil mendengarkan musik yang menenangkan
jiwa, untuk meningkatkan imunitas.

JANTUNG Jam 23.00 - 01.00 Jam piket organ jantung
lemah. Sebaiknya sudah beristirahat tidur, apabila masih terus bekerja
atau begadang dapat melemahkan fungsi jantung.

HATI Jam 01.00 - 03.00 Jam piket organ hati kuat.
Terjadi proses pembuangan racun/limbah hasil metabolisme tubuh.
Apabila ada gangguan fungsi hati tercermin pada kotoran dan gangguan
mata. Apabila ada luka dalam akan terasa nyeri.

PARU-PARU Jam 03.00 - 05.00 Jam piket organ
paru-paru kuat, terjadi proses pembuangan limbah/racun pada organ
paru-paru, apabila terjadi batuk, bersin-bersin dan berkeringat
menandakan adanya gangguan fungsi
paru-paru. Sebaiknya digunakan untuk olah nafas untuk mendapatkan
energi paru yang sehat dan kuat.

USUS BESAR Jam 05.00 - 07.00 Jam piket organ usus
besar kuat, sebaiknya biasakan BAB secara teratur.